Cerita Elena, Penyintas Kekerasan Seksual dan Aktivis Perempuan

Bangkit karena punya banyak teman yang penyayang

Surabaya, IDN Times - Dia menarik napas panjang. Sejenak, kepalanya menunduk. Pandangannya menerawang ke atas, seolah sedang berpikir keras.

Mulut perempuan itu masih gagap. Terbata-bata. Seakan sulit untuk mengungkapkan seluruh isi hatinya. Kenangan kelamnya memang begitu menyakitkan. Getir. Meskipun dia sudah melaluinya dengan hati yang tegar. Dia meminta IDN Times memanggilnya "Elena". Tentu bukan nama aslinya.

Lagu "Yesterday" karya The Beatles mengiringi pertemuan kami di salah satu kafe yang ada di Surabaya, Jumat lalu (22/11). Elena kemudian mulai mau bercerita. Meskipun masih belum yakin untuk memilah, mana cerita yang akan dibagikannya kepada IDN Times.

"Aku bingung harus mulai dari mana," ucap Elena mengawali ceritanya.

Enam tahun lamanya Elena menanggung beban yang menggunung. Elena merupakan korban kekerasan seksual. Tentu saja dia sangat terpuruk. Dia sempat pergi dan diasingkan sang kekasih. Tapi, hidup harus berlanjut.

Elena tak mau selamanya hancur. Dia harus memulainya lagi. Hidup membaur dengan banyak orang. Pelan-pelan, dia melepaskan memori pahitnya. Menatap masa depan yang masih panjang. . . . . .

1. Dipaksa berhubungan seks hingga hamil

Cerita Elena, Penyintas Kekerasan Seksual dan Aktivis PerempuanIlustrasi pemerkosaan (IDN Times/Sukma Shakti)

Pengetahuan yang minim menjerumuskan Elena ke kehidupan kelam. Empat tahun pacaran dipandangnya sebuah pegangan. Pemikiran pragmatis merundungnya. Sampai akhirnya segala yang melekat diberikan ke sang pria.

"Dulu aku cuma mikir, habis lulus married (nikah)," ucapnya.

Baginya tak masalah. Toh, cinta. Tapi nyatanya itu hanya omong kosong belaka. Alih-alih dapat janji nikah, hubungan mereka selesai begitu saja. Si kekasih main mata. Kisah empat tahun itu pun sirna. Musnah.

"Aku dulu jadi cewek bodoh, takut keperawanan hilang. Gak bisa pisah karena aku takut, aku sudah diambil," katanya.

Sakit hati tentunya dirasakan oleh Elena. Ia tak mau terus menyesali apa yang terjadi selama empat tahun lalu. Ia pun membuka hati lagi. Mendapat pria yang menurutnya bisa jadi pelita hati.

Namun, ekspektasi Elena kembali jauh panggang dari api. Ia tak segan menyebut lelaki di hubungan kali kedua lebih berengsek daripada sebelumnya. Ia dihantui pemikiran patriarki. Harus patuh pada semua kehendak sang kekasih.

"Tadinya have fun aja. Ternyata dia ngehamilin aku," ucapnya.

Sebenarnya, Elena menolak saat diajak berhubungan seks. Ia sempat khawatir jika hamil. Tapi, si lelaki terus memaksanya. Bahkan, dia juga sempat mengatakan jika Elena hamil, bisa digugurkan saja.

"Ngomongnya sambil di motor, enteng ngomongnya. Kayak orang gak punya beban. Ternyata jadi beneran. Aku takut," ungkapnya.

Bahkan, ketika memastikan kehamilan, Elena berjalan sendirian. Ia memberanikan diri ke dokter kandungan. Tahu dirinya hamil, ia pun kebingungan. Kemudian memilih menitipkan hasil USG kepada sahabatnya.

"Ternyata USG-ku dikasih ke mantanku yang sebelumnya," kata Elena.

2. Makin depresi saat dikucilkan dan dihajar oleh keluarga

Cerita Elena, Penyintas Kekerasan Seksual dan Aktivis PerempuanLuka memar yang diderita oleh Kembang. Kembang for IDN Times

Nahasnya, sang mantan memanfaatkan kehamilan Elena. Dia datang ke rumah Elena dan memberi tahu keluarga Elena soal kehamilan yang disembunyikan itu.

Elena makin kacau dan kalut. Ibarat jatuh, tertimpa tangga pula. 

"Aku dihajar sama semua orang. Papaku mukul aku, kakakku mukul aku. Semua mukul aku," ungkapnya.

Sang ayah begitu tega menghajar Elena. Seperti lupa bahwa Elena adalah darah dagingnya. Kala itu, dia bahkan dipukul pakai besi. Kakinya sampai memar, membiru. Foto-foto luka lebam itu diberikan kepada IDN Times.

Elena pun merasa tak lagi punya rumah. Istananya bersama keluarga berubah bak neraka. Lantaran berbadan dua, dia dikucilkan oleh keluarganya. Tak kuat dengan semua itu, ia memilih pergi  dari rumah. Minggat sejauh-jauhnya.

"Tapi sempat disuruh nikah paksa. Aku gak mau, karena itu bukan solusi menurutku. Aku kabur dari rumah. Hidup sendirian," tukasnya.

Ketika sendirian, sang kekasih datang bak pangeran. Ia seakan mau menemani Elena di manapun berada. Akan tetapi, hal yang diberikan si lelaki kala itu punya maksud dan tujuan.

"Aku disuruh tetap melayani dia, padahal ini kondisi hamil," katanya.

Tak kuat dengan apa yang dialaminya, Elena mengambil keputusan menggugurkan kandungannya alias aborsi. Pengambilan langkah ini dilakukan usai dirinya konseling ke salah satu lembaga. Samsara namanya.

"Di situ diberi opsi. Boleh aborsi tapi ada syaratnya, akhirnya tetap aborsi itu hamil di bawah tiga bulan," ucap Elena.

Tapi masalah Elena belum selesai sampai di situ. Ia masih terus diperkosa oleh kekasihnya. Parahnya, pemerkosaan itu tak kenal tempat.

"Yang buat aku paling sedih, aku diperkosa di tempat umum. Aku nangis. Aku gak mau. Cuma aku gak bisa lepas. Aku gak mau sendirian waktu itu," bebernya.

Si lelaki ternyata memang kurang ajar. Tak punya hati. Akhirnya dia meninggalkan Elena begitu saja. Lelaki itu selingkuh dengan perempuan lain. 

"Akhirnya aku depresi karena tahu dia selingkuh. Tega banget," katanya memendam amarah.

Baca Juga: Kisruh RKUHP, Bumerang bagi Korban Kekerasan Seksual

3. Butuh waktu panjang untuk bangkit dari keterpurukan

Cerita Elena, Penyintas Kekerasan Seksual dan Aktivis PerempuanLuka memar di kaki Kembang. Kembang for IDN Times

Elena butuh waktu panjang untuk memulihkan diri dari keterpurukan. Dia tak punya siapa-siapa untuk bersandar. Ia sempat hilang arah. Sampai akhirnya, ia bertemu salah seorang temannya dan mendapat beberapa saran.

"Kemudian aku menghubungi Savy Amira (Women Crisis Center), aku konseling," katanya. Menurutnya ini adalah lembaga nonprofit yang didirikan beberapa aktivis perempuan.

Elena mulai mencurahkan semua uneg-uneg dan beban hidup yang terjadi padanya. Ia ditanya alasannya kenapa mau melayani mantan kekasih di tempat umum. Ia mengaku terpaksa melakukan itu. Semua akses pertemanannya diputus oleh lelakinya kala itu.

"Aku sebenarnya takut waktu diperkosa itu. Itu (pemerkosaan) selama satu tahun lebih," ungkapnya.

Apabila tidak dituruti, si lelaki naik pitam ke Elena. Ia mengancam akan meninggalkan Elena. Sedihnya, Elena tak bisa berbuat apa-apa. Dia merasa tak punya pilihan lain. Elena terlalu takut untuk hidup sendiri.

4. Jadi pendamping korban kekerasan seksual bisa saling berbagi cerita dan menguatkan

Cerita Elena, Penyintas Kekerasan Seksual dan Aktivis Perempuan(Ilustrasi) IDN Times/Sukma Shakti

Satu hal yang disyukuri Elena, dia punya teman-teman yang menguatkan batinnya. Masih banyak temannya yang memberi perhatian dan semangat hidup.

Ketika sudah lepas dari jeratan mantannya, silih berganti teman-temannya memberikan dukungan. Secara sukarela mereka memberi pekerjaan kepada Elena. Mereka tidak ingin salah satu temannya terlihat linglung dan tak punya harapan hidup.

"Dikasih kesibukan, kerjaan gitu. Baru-baru ini dibilangin, maksud dikasih itu (pekerjaan) biar aku bisa cepat jauh dari dia (mantan kekasih)," jelasnya.

Kini, Elena mencoba bangkit dari kenestapaan. Dia punya pekerjaan sampingan untuk sekadar mengisi kesibukan dan menambah uang. Ia aktif lagi di organisasinya, mulai semangat menyelesaikan kuliahnya, dan sesekali mencari cerita lain di luar sana.

Ia mulai bertemu dengan perempuan yang mengalami kekerasan seksual sepertinya. Saling berbagi kisah. Saling menguatkan.

Banyak hikmah yang ia dapat dari setiap perjalanan hidupnya. Ia mulai sadar, masalah yang menimpanya masih belum seberapa dibanding dengan penderitaan orang lain yang lebih berat.

"Dia (temannya sesama korban kekerasan seksual) aja mau belajar, mau bangkit jadi aktivis. Masak aku gak bisa. Jadi titik balik aku," terangnya.

5. Berharap pengesahan RUU-PKS

Cerita Elena, Penyintas Kekerasan Seksual dan Aktivis PerempuanDesakan pengesahan RUU PKS dalam aksi Gejayan Memanggil di Yogyakarta, 30/9/2019. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Usai menemui titik balik,  Elena bersumpah pada dirinya sendiri. Dia tak mau jadi bodoh lagi. Ia mulai memberanikan diri untuk sekadar menceritakan kisah penyintas kekerasan seksual yang ditemuinya di beberapa kota.

"Aku gak mau jadi bodoh lagi. Aku share pengalaman itu ke teman-temanku," katanya.

Elena  juga tak keberatan mengulurkan tangan jika ada korban lain yang butuh bantuan. Ia mengemban prinsip, 'hidup itu merepotkan dan direpotkan orang lain'.

"Makanya, aku dulu merasa sendirian. Aku merasa malu. Harusnya gak perlu malu, aku sudah diterima. Aku gak mau ada perempuan lain ngerasain kayak aku," ungkapnya.

Kini, Elena sudah beberapa kali menjadi pendamping korban kekerasan seksual. Ia pernah menangani satu kasus temannya yang akan dijual pacarnya. Semua sudah diselesaikan dan dapat dicegah.

"Sekarang banyak yang cerita ke aku (masalah kekerasan seksual)," katanya.

Ke depan, Elena ingin Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) segera disahkan. Menurutnya, UU ini bisa menjadi payung hukum bagi siapapun yang mengalami kekerasan seksual. Bahkan bisa jadi pencegahan.

Pasalnya, KUHP yang berlaku saat ini belum cukup kuat. Terlebih, perkara seks di lingkup pacaran masih bisa diperdebatkan. "Kalau ada UU PKS, paling tidak ada payung hukum. Semua pihak jadi ada lampu kuning," harapnya.

Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App, unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb

Baca Juga: Masuk Komnas Perempuan Retty Ratnawati Ingin Putus Rantai Kekerasan

Topik:

  • Dida Tenola

Berita Terkini Lainnya