Kisah Pengguna Aplikasi Kencan, Jatuh Bangun Buru Jodoh

Siasat mencari pasangan di era digital

Patah hati dengan kekasih membuat F (31) amat terpukul. Makan tak enak, tidur tak nyenyak ia rasakan beberapa pekan. Makin dalam ia menyesali, makin terpuruk juga ia menjalani hari. Tapi hal itu justru yang kemudian menyadarkan perempuan ini. Ia sadar bahwa hidup tak bisa seterusnya seperti ini, harus dinikmati. Sebaliknya, cinta harus tetap dikejar lagi.

Kesadaran itu pun membawanya mencoba aplikasi kencan alias dating apps untuk pertama kalinya pada 2016. Ia mencoba lebih dari satu platform seperti Bumble, Tinder, OKCupid hingga Tantan.

Petualangan asmaranya melalu aplikasi ini dimulai saat match dengan seorang pria asal Pasuruan. Tak lama, ia pun akrab dengan teman barunya tersebut. "Awalnya sekadar chatting, ia lalu mengajak bertemu," ujar F, kepada IDN  Times (Senin, 2/1/2023). Sayangnya, setelah beberapa kali bersua, ia tak menemukan kecocokan. Mereka pun bersepakat hanya menjadi teman ngobrol.

Tak kapok, F kembali mencoba peruntungan jodohnya melalui aplikasi serupa. Lagi-lagi ia dengan mudah mendapatkan swipe kanan alias match. Kali ini pria tersebut bahkan lebih serius. Tak sekadar chatting atau bertemu, keduanya bahkan akhirnya menjadi pasangan kekasih. "Bahkan, dia sowan langsung ke rumah untuk bertemu dengan kedua orangtuaku. Katanya mau serius," kata F. 

Kunjungan itu dibalasnya dengan datang ke rumah sang pria. Ia membawa serta keluarganya kala itu. Namun apa boleh buat. Saat hubungan kian serius, ia malah memergoki sang pacar bermain serong dengan perempuan lain. "Akhirnya ya kita putus!"

Tapi itu bukan kegagalan terparah yang ia dapatkan. F bahkan mengaku pernah match dengan seorang pria yang mengaku bujang. Setelah menjalani hubungan beberapa bulan, ia mendapat informasi bahwa sang pria sudah beristri. Ia pun segera ambil langkah seribu untuk memutus hubungan tersebut. 

Rentetan kegagalan tersebut membuat F kapok menggunakan dating apps lagi. Apalagi, belakangan aplikasi semcam ini mulai mengalami pergeseran negatif. “Aku sudah hapus semua akunku di tahun ini. Karena banyak orang-orang yang ngobrolnya menjurus ke ONS (One Night Stand) dan FWB (Friend With Benefit), jadi ngobrolnya sekarang tuh agak menjurus serem,” kata F. ONS dan FWB sendiri merupakan fenomena hubungan yang lebih mengedepankan sekualitas ketimbang perasaan.

Ia juga berpesan kepada pengguna dating apps agar selalu berhati-hati. F menyarankan melakukan background checking, bijak dalam melakukan chat, hingga menyarakan untuk bertemu di tempat yang ramai ketika melakukan kencan.

Apa yang dikisahkan F persis dengan hasil riset dari Pew Research Center. Lembaga itu menyebut bahwa pengguna aplikasi pencari jodoh yang mau berkomitmen hingga menikah tidaklah banyak. Pada tahun 2019 Pew Research Center, menemukan hanya 12 persen dari pengguna aplikasi kencan di Amerika Serikat yang berhasil menjalin komitmen dan menikah.

Meski tak banyak, ada juga pasangan yang bertemu dan menikah berkat aplikasi tersebut. Cerita manis itu milik R (31). Pria yang tinggal di Surabaya ini mengaku berhasil mendapat pujaan hatinya melalui aplikasi kencan.

R bercerita bahwa awal mula menggunakan dating apps pada tahun 2017. Kala itu ia hanya penasaran dengan fitur-fiturnya. “Menurutku dulu dating apps itu konotasinya negatif, karena banyak yang menyalahgunakan, tetapi banyak teman yang menyarankan mencoba, akhirnya aku coba install Tinder. Ya, awal-awal buat cari teman chat saja,” ujar R.

Kisah Pengguna Aplikasi Kencan, Jatuh Bangun Buru JodohInfografis efektivitas Dating App (IDN Times/ Aditya Pratama)

Setelah melanglang buana mencari match, akhirnya R memutuskan untuk mencoba mencari pasangan yang serius di dating apps. Ia mulai melakukan percakapan intens dengan 2-3 perempuan. Dalam memilih pasangan, ia juga mengaku selalu berhati-hati dan memperhatikan beberapa hal.

“Yang pertama pastinya dilihat dari profilnya, ini orang beneran atau bukan. Kemudian kalau sudah yakin, kita chatting selama beberapa waktu sampai pada akhirnya memutuskan ingin ketemuan,” jelas R.

R mengatakan bahwa akun yang match dengan dirinya kebanyakan berasal dari luar kota. Hanya satu orang yang kala itu berdomisili satu kota dengannya, yaitu perempuan berinisial A. Setelah melalui percakapan intens, R akhirnya memutuskan untuk bertemu A.

Pertemuan demi pertemuan dilakukan, hari demi hari dilalui R dengan A. Karena mereka merasa cocok, akhirnya mereka memutuskan untuk berpacaran, dan berujung manis hingga pernikahan.

Sebagai pengguna dating apps yang berhasil sampai ke pernikahan, R juga memberikan pesan kepada pengguna lainnya. “Jika dating apps digunakan sesuai fungsinya seperti mencari teman chat, kenalan baru, atau bahkan serius mencari pasangan, seharusnya mereka bisa seperti saya. Cross check berkali-kali sebelum memutuskan untuk bertemu. Bisa saja menipu, karena sekarang juga mulai banyak penipuan dari dating apps. Selalu waspada dan hati-hati,” pungkas R.

Tak hanya dirasakan oleh generasi milenial yang memang memasuki usia siap menikah, dating apps ini juga banyak digunakan oleh generasi Z. Hal ini berdasarkan hasil survei Business for Apps pada tahun 2022 tentang penggunaan Tinder. Survei menyebut mayoritas pengguna Tinder justru berasal dari Gen Z.  

Salah satu pengguna dating apps dari kalangan Gen Z,  M (21) mengaku menggunakan aplikasi kencan karena terpengaruh lingkungan pertemanannya. “Iseng-iseng saja nyari teman chat,”  kata M.

Setelah lama iseng, ia malah 'kecanduan'. Ia bahkan mengaku lebih dari tiga kali meet up dengan orang yang Ia temui di dating apps. Tak mau bertemu dengan sembarangan, M juga mengaku memiliki syarat khusus sebelum mengajak bertemu. "Yang pertama aku pastikan dulu profilnya, orang beneran atau nipu. Kemudian lanjut ke chat, kalau aku rasa nyaman dan orangnya terlihat baik menurutku, ya aku mau diajak bertemu,” terang M.

Di sisi lain, M juga mengalami kegagalan dalam menggunakan layanan ini. Mulai dari ditipu oleh orang yang sudah punya pacar, kena ghosting atau di PHP, sampai tertipu dengan profil. “Di profilnya terlihat baik, tetapi waktu ketemu perilakunya tidak seperti yang aku bayangkan. Jadi aku kurang cocok dan tidak melanjutkan,” jelas M.

Namun M bukan tipe orang yang patah semangat. meskipun berkali-kali gagal, Ia tetap menggunakan dating apps untuk mencari pasangan atau sekedar teman chat hingga kini. “Aku sih tetap menggunakan ya, hanya saja aku gak terlalu berekspektasi tinggi lagi harus dapat pasangan. Ya, buat seru-seruan aja mengisi waktu luang,” ujar M. “Intinya bijak saja dalam menggunakan dating apps, dan jangan berekspektasi terlalu tinggi,” ia menambahkan. 

Baca Juga: 5 Tips Kencan Aman di Dating App, Hindari Penipuan 'Tinder Swindler'

Kisah Pengguna Aplikasi Kencan, Jatuh Bangun Buru JodohIlustrasi Kencan (IDN Times/Mardya Shakti)

Fenomena penggunaan aplikasi ini pun mendapat respons dari psikolog klinis asal  Riza Wahyuni S.Psi, M.si. Perempuan yang juga anggota Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Jawa Timur ini mengatakan bahwa maraknya penggunaan dating apps ini adalah akibat dari minimnya interaksi manusia di dunia nyata. 

“Masyarakat menggunakan dating apps yang berbasis digital ini, karena mereka merasa pertemanan yang paling nyaman itu melalui media digital, karena keterbatasan ruang dan waktu. Kemudian, penggunaan dating apps ini juga melibatkan aspek aktualisasi diri, agar diterima di masyarakat,” terang Riza.

Riza menilai penggunaan dating apps ini sangat berisiko menimbulkan penipuan hingga kekerasan. Kekhawatiran ini cukup wajar. Sebab, kata dia, data Komnas Perempuan menyebut bahwa jumlah Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS) di Indonesia memang tak main-main. Jumlahnya dari tahun 2019 sebanyak 126, hingga menjadi 510 kasus pada tahun 2020. 

“Masyarakat menganggap bahwa kebutuhannya akan dunia sosial seperti mencari pasangan akan terpenuhi dengan menggunakan platform digital, seperti dating apps. Namun pada kenyataannya, tak semua yang terlihat baik di platform digital juga baik di dunia nyata. Karena di dunia digital orang bisa berbohong,” kata Riza. 

Ia pun memprediksi tren ini akan terus berlanjut di masa depan. pernyataan ini sesuai dengan hasil survei The Future of Dating is Fluid yang dirilis oleh Tinder pada Februari 2021. Survei itu menyebut bahwa dari tahun 2020 ke 2021 terjadi peningkatan pengguna sebesar 19 persen.

Sebagai penutup, Riza juga mengimbau supaya masyarakat menggunakan media digital secara bijak untuk menghindari berbagai risiko yang bisa saja terjadi. Terlepas dari plus minusnya dating apps, Ia menyebutkan bahwa jika ingin mencari pasangan yang serius, kembalilah pada realitas hidup yang sebenarnya, yang ada di dunia nyata.

Baca Juga: 5 Tips Aman Sebelum Mencari Jodoh Melalui Dating App, Selektif!

Fika Febriana Photo Community Writer Fika Febriana

Writer

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya