Tradisi Punggahan Poso Jelang Ramadan di Kota Malang

Tradisi menyambut bulan ramadan di Malang

Malang, IDN Times - Menjelang bulan Ramadan 1444 Hijriah, warga di sekitar Wisata Religi Makam Ki Ageng Gribig, Kelurahan Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang tampak sibuk membuat kue apem. Kue-kue apem tersebut lalu dibagi-bagi kepada warga sekitar, pejalan kaki, hingga peziarah di makam tersebut.

Ternyata itu adalah Tradisi Punggahan Poso yang sudah jadi rutinitas warga di sana setiap menjelang ramadan. Warga juga membagi tugas dalam kegiatan ini, ibu-ibu yang bertugas memasak kue apem yang terbuat dari tepung beras, tape, dan telur. Sementara bapak-bapak membersihkan area makam hingga membantu menata nasi dan lauk untuk acara tahlilan.

Wisata Religi Makam Ki Ageng Gribig memang cukup sakral, di sana terdapat makam Bupati Malang pertama yaitu Raden Tumenggung Notodiningrat I atau Raden Pandji Welaskorokusumo I. Kemudian nama Ki Ageng Gribig sendiri diambil dari salah satu makam yang disebut sebagai penyebar agama Islam dari Kerajaan Mataram Islam dengan nama yang sama. Sehingga setiap harinya selalu ada peziarah yang datang untuk nyekar.

1. Tradisi Punggahan Poso untuk menyambut bulan puasa warga Madyopuro

Tradisi Punggahan Poso Jelang Ramadan di Kota MalangProses pembuatan kue apem warga Madyopuro di sekitar kawasan Makam Ki Ageng Gribig. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Punggahan Poso sendiri diambil dari Bahasa Jawa memiliki arti menaiki atau menjelang, sedangkan poso artinya puasa. Jadi jika diartikan adalah menjelang puasa. Tradisi untuk memasuki atau mempersiapkan menuju bulan puasa ramadhan. Jika di daerah lain biasanya disebut megengan, tapi di Madyopuro namanya Punggahan Poso.

Punggahan Poso memang selalu diikuti pembagian kue apem kepada setiap orang di kawasan Makam Ki Ageng Gribig. Tapi sempat terhenti pada 2020-2022 akibat Pandemik COVID-19 yang merebak. Namun, pada 2023 kembali dilaksanakan setelah wabah mereda.

"Kita harus melestarikan tradisi lama yang dilaksanakan orang tua kita dahulu. Karena ini (pembagian kue apem) sebagai wujud kegembiraan dan rasa senang menyambut bulan Ramadan 2023 yang datang," terang Ketua Pokdarwis Pesarean Ki Ageng Gribig, Devi Nur Hadianto saat dikonfirmasi pada Selasa (21/03/2023).

Baca Juga: Unik! Ini 10 Tradisi Masyarakat Jawa Timur Sambut Ramadan

2. Bagi warga Madyopuro, kue apem memiliki makna permohonan memaafkan

Tradisi Punggahan Poso Jelang Ramadan di Kota MalangPembagian kue apem warga Madyopuro di sekitar kawasan Makam Ki Ageng Gribig. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Alasan warga memilih kue apem sebagai ciri khas ternyata tidak main-main, kue apem menjadi simbol permohonan maaf. Hal ini diambil dari Bahasa Arab Afwan atau affuwwun yang artinya maaf, kemudian diserap dalam Bahasa Jawa menjadi apem. Jadi pembagi kue apem ini bisa diserap sebagai permohonan maaf warga sebelumnya Ramadan 1444 Hijriah.

"Sebelum datangnya bulan Ramadan, warga sini selalu senang saling meminta maaf. Karena kita berharap di bulan suci Ramadan ini bisa memperoleh pahala sebanyak-banyaknya," jelas Devi.

Dalam Ramadan kali ini, total ada 200 sampai 250 kue apem yang dibagikan kepada warga dan para peziarah di Makqm Ki Ageng Gribig. Jumlah ini jauh lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya 100 kue. Hal ini karena mereka telah vakum sekitar 2 tahun karena wabah, sehingga tahun ini diharapkan bisa lebih meriah.

"Kegiatan ini juga sebagai pengembangan wisata religi melalui sebagai media sedekah. Pasalnya pendanaannya dari warga sini yang ekonominya mampu," bebernya.

3. Antusiasme warga membuat kue apem di kawasan Wisata Ki Ageng Gribig

Tradisi Punggahan Poso Jelang Ramadan di Kota MalangProses pembuatan kue apem warga Madyopuro di sekitar kawasan Makam Ki Ageng Gribig. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Salah satu warga bernama Halimah (56) mengatakan sangat bersemangat untuk peringatan Punggahan Poso tahun ini, pasalnya sudah 2 tahun acara ini ditiadakan. Ia juga sudah tiga tahun ikut andil dalam Punggahan Poso sebelum Pandemik COVID-19.

Halimah mengatakan tidak sedikitpun mengalami kesulitan dalam pembuatan kue apem. Pasalnya ia memang sering diminta warga membuat berbagai kue ketika ada kegiatan warga.

"Kalau buat apemnya giliran, kebetulan sekarang giliran saya, kalau buat apem pagi sudah selesai. Kemudian kita bagi-bagikan ke warga sini. Ada dua adonan resep dengan total 200 sampai 250 apem," pungkasnya.

Baca Juga: Tradisi Megengan Jelang Ramadan, Boleh Gak Sih?

Rizal Adhi Pratama Photo Community Writer Rizal Adhi Pratama

Menulis adalah pekerjaan untuk merajut keabadian. Dengan menulis kita meninggalkan jejak-jejak yang menghiasi waktu. Tulisan dan waktu adalah 2 unsur yang saling tarik menarik membentuk sejarah.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya