Kisah Novian, Bagikan Kopi Gratis hingga Pelosok Hutan Banyuwangi

#MillennialsInspiratif Mantap jiwa!

#MillennialsInspiratif merupakan rubrik khusus yang mengangkat sosok millennials berpengaruh di Jawa Timur. Mereka mendapatkan pengakuan publik lewat buah pikir dan karya. Lewat rubrik ini kami ingin mengabarkan bahwa generasi ini tak sekadar ada, tapi juga berkarya dan memberi makna.

Banyuwangi, IDN Times - Novian Dharma Saputra (32), salah seorang pedagang kopi keliling yang menamai kedainya Mobile Cafe (Moca) rela membagikan kopi racikannya secara gratis. Novian memberikan kopi yang dijajakannya hingga ke pelosok hutan Banyuwangi. Persisnya kepada petani kopi rakyat di Lingkungan Papring, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi.

Bukan tanpa alasan kopi buatan Novian itu dibagikan gratis. Novian ingin agar warga Papring yang tinggal di sekitar hutan KPH Banyuwangi Utara bisa merasakan cita rasa kopi dari hasil kebunnya sendiri.

1. Menjadikan warga tidak terasing dari cita rasa kopinya sendiri

Kisah Novian, Bagikan Kopi Gratis hingga Pelosok Hutan BanyuwangiNovian Dharma Saputra (kanan) sedang mengajari cara menyeduh kopi di Kampoeng Batara, Kalipuro Kabupaten Banyuwangi. IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Novian menilai, meski warga Papring sudah menanam dan memanen kopi sejak puluhan tahun lalu, namun mereka lebih banyak menjual kopinya keluar. Sedangkan kopi yang dikonsumsi warga, justru memiliki kualitas rendah. Sebab, proses panen hingga pengolahan kopi pascapanen tidak tepat. Bahkan, meski memiliki kebun kopi sendiri, warga di sana masih banyak yang menyukai kopi saset pabrikan.

"Lebih dari itu, saya ingin berbagi cara bagaimana proses penyeduhan yang benar sehingga menghasilkan cita rasa kopi yang maksimal. Ini sengaja pakai kopi dari hasil kebun sini agar masyarakat bisa mengetahui kalau kopinya itu enak dan harga jualnya bisa lebih mahal," kata Novian saat membuka lapaknya, Sabtu (30/11).

2. Ajarkan ke warga cara proses seduh manual

Kisah Novian, Bagikan Kopi Gratis hingga Pelosok Hutan BanyuwangiNovian Dharma Saputra (kanan) berbagai cita rasa kopi di Kampoeng Batara, Kalipuro Kabupaten Banyuwangi. IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Novian membuka kedainya di salah satu pusat pendidikan alternatif Kampoeng Baca Taman Rimba (Batara) yang ada di pinggir hutan. Beberapa peralatan seduh manual, mulai dari alat penggiling, timbangan takaran kopi, hingga pengatur suhu dia keluarkan.

Berbekal tulisan 'kopi gratis' yang dipasang di kedainya, Novian menyiapkan 2 kilogram kopi yang bisa menjadi 100 lebih gelas.

Warga pun tampak ramai berdatangan, termasuk anak anak yang belajar di Kampoeng Batara. Mereka lalu antre satu per satu untuk mendapatkan racikan kopi dari 'tangan ajaib' Novian.

"Jadi takaran kopinya 1 gram kopi banding 15 mililiter air. Ayo coba ditimbang sendiri. Kalau suhu panas, airnya dibuat 87-95 derajat saja, jangan sampai 100 derajat," ujar Novian kepada salah satu warga yang tertarik belajar menyeduh sendiri.

Novian juga memberi tahu warga yang masih terbiasa ngopi dengan gula. Sejatinya warga bisa menyeduh kopi dengan campuran beras dan jagung.

"Giling medium agar gak terlalu pekat, karena warga sini terbiasa minum kopi dengan banyak gula. Tapi saya juga menyediakan gula untuk ditambahkan sendiri," paparnya.

3. Petik merah, sosialisasi agar meningkatkan nilai jual kopi

Kisah Novian, Bagikan Kopi Gratis hingga Pelosok Hutan BanyuwangiNovian Dharma Saputra (kanan) sedang mengajari cara menyeduh kopi di Kampoeng Batara, Kalipuro Kabupaten Banyuwangi. IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Lebih dari itu, Novian punya harapan agar petani kopi di Papring mulai memahami bahwa harga kopi petik merah memiliki nilai jual yang lebih mahal. Selama ini warga memetik seluruh bagian kopi di tangkai pohon, baik yang masih berwarna hijau maupun kuning. Hasil panennya kemudian dijual ke tengkulak dengan harga murah.

Menurut Novian, harga kopi petik merah dan petik asal memiliki perbedaan hampir 50 persen.

"Kalau petik asal harga Rp4.000 hingga Rp5.000 per kilogram dalam kondisi masih cherry (baru panen dan belum dikupas). Kalau petik merah per kilogram harganya bisa sampai Rp9.000," katanya.

Dari hasil eksperimennya membagikan kopi gratis kepada pekebun kopi mulai sore hingga malam hari, Novian berhasil menghabiskan 100 gelas kopi seduh untuk warga.

"Saya penasaran dengan respons ketika pertama merasakan kopi dari kebunnya sendiri yang dipetik merah dan diseduh dengan tepat. Ya, banyak yang bilang rasanya kok enak, ada juga yang bilang rasanya pahit dan menambah gula. Tapi saya senang bisa berbagi," ujarnya.

Baca Juga: Festival Kopi Sepuluh Ewu Jadi Ajang Barista Banyuwangi Berbagi Ilmu

4. Warga butuh edukasi soal kopi

Kisah Novian, Bagikan Kopi Gratis hingga Pelosok Hutan BanyuwangiNovian Dharma Saputra (kiri) sedang mengajari cara menyeduh kopi di Kampoeng Batara, Kalipuro Kabupaten Banyuwangi. IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Asnoto, salah satu Ketua RT Lingkungan Papring mengatakan, baru kali ini dia merasakan kopi yang diseduh tanpa gula. Apalagi dia sering mengonsumsi kopi yang disangrai dengan campuran beras dan jagung.

"Kalau warga sini, termasuk saya sendiri, kalau goreng kopi ya dicampur beras jagung biar jadi lebih banyak. Menggorengnya sampai warna hitam, itu baru matang," katanya.

Selain itu, terkait kebiasaan memanen kopi dengan petik asal dan beralih ke petik merah, dia berharap ada pasar yang memang bisa membeli dengan harga lebih mahal.

"Kalau warga selama ini tahunya ya jual ke tengkulak. Kalau dikasih tahu dulu ada yang mau beli dengan harga lebih mahal, mungkin akan mau memetik kopi merah saja," tambah Asnoto

5. Tak sekadar berbisnis kopi

Kisah Novian, Bagikan Kopi Gratis hingga Pelosok Hutan BanyuwangiNovian Dharma Saputra (kanan) sedang mengajari cara menyeduh kopi di Kampoeng Batara, Kalipuro Kabupaten Banyuwangi. IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Selama ini Novian dikenal sebagai pedagang kopi keliling yang tidak sekadar berbisnis. Novian memiliki beberapa program ke masyarakat yang mau membayar kopi dengan sampah. Tujuannya agar masyarakat bisa lebih menghargai sampah.

Sampah-sampah dari pelanggan, dengan standar minimal sekantung sampah untuk secangkir kopi, rata-rata senilai Rp2.000 hingga Rp3.000. Sementara harga secangkir kopi senilai Rp.8000.

Agar tidak mengalami kerugian secara bisnis, Novian sengaja membuat perhitungan dengan meningkatkan nilai jual kopinya sebesar 5-10 persen. Langkah itu bertujuan untuk menyubsidi diri sendiri melakukan program tukar sampah dengan kopi. Program tukar sampah ini dia lakukan setiap hari Jumat.

Setiap harinya, Novian membuka kedai di kawasan Taman Makam Pahlawan Banyuwangi. Selain itu, dia juga rajin keliling ke beberapa tempat dengan motor gerobak untuk membagikan cita rasa kopi racikannya.

Baca Juga: Gali Potensi Ekspor, Bank Indonesia Gelar Festival Kopi di Malang

Topik:

  • Dida Tenola
  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya