Sineas Jawa Timur, Berkarya dalam Sepi

Cerita Afrian Aris Andy, sineas lokal yang go nasional

Surabaya, IDN Times – Saat pandemik 'menghajar' tanah air, salah satu sektor yang cukup terdampak adalah sektor perfilman. Di saat sektor lain mulai bangkit, dunia perfilman justru masih merangkak. Regulasi pemerintah membuka bioskop di tengah pandemik jadi opsi paling akhir dibanding sektor lain.

Tentu, hal itu mempengaruhi para sineas lokal yang mulai go nasional. Lalu, bagaimana nasib sineas lokal selama masa pandemik? IDN Times mencoba mewawancarai salah satu aktor lokal asal Sidoarjo yang tembus di dunia perfilman nasional, Afrian Aris Andy.

1. Beberapa Film harus ditunda penayangannya

Sineas Jawa Timur, Berkarya dalam SepiAfrian Aris Andy saat berperan di film Perempuan Tanah Jahanam. (Instagram/@afrianarisandy_real

Afrian sapaan akrab Afrian Aris Andy, merupakan pegiat film di Jatim. Karena ketekunannya, ia terpilih menjadi salah satu pemeran pembantu Film Perempuan Tanah Jahanam karya Joko Anwar.

Afrian menuturkan bahwa pandemik sangat mempengaruhi hidupnya. Beberapa film yang ia bintangi juga harus tertunda syutingnya maupun penayangannya.

Sekadar diketahui, sebagai aktor lokal, Afrian tak jarang mendapat job menjadi pemeran pembantu dalam beberapa judul film nasional berlatar kearifan lokal, seperti film Perempuan Tanah Jahanam.

Setidaknya kata Afrian ada lebih dari 50 film nasional di Indonesia yang penayangannya harus ditunda, 3 di antaraya adalah film yang ia perankan.

"Banyak banget yang ditunda, kemarin saya syuting film Jelangkung 3 belum tayang,” ujarnya kepada IDN Times, Jumat (25/3/2022).

Bukan hanya penundaan penayangan film, syuting film pun harus mengalami penundaan. 4 film yang ia perankan seperti Pengabdi Setan 2, Ghost Writer 2, Sri Asih, dan Petaruhan 2 terpaksa harus ditunda waktu syutingnya.

"(Produksi film) sekarang juga agak ribet, talent dan kru harus sering-sering tes COVID-19," ungkapnya.

Kondisi seperti ini, sangat mempengaruhi para pegiat cineas lokal lainnya. Jika sebelum pandemi, cineas lokal dilibatkan dalam pembuatan film, kini produksi film pun akhirnya hanya terpusat di Jakarta.

"Ya ini karena COVID-19, produser film pasti akan mencari talent dari Jakarta, karena dari budget, penginapan, makan, dan lain-lain juga jadi pertimbangan,” kata Afrian.

Baca Juga: Alumnus Undika Surabaya Jadi Sosok di Balik Layangan Putus

2. Film lokal Jatim belum mampu go nasional

Sineas Jawa Timur, Berkarya dalam SepiAfrian Aris Andy saat berperan di film Perempuan Tanah Jahanam. (Instagram/@afrianarisandy_real

Alumni Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya ini selain sebagai aktor, ia juga menghimpun para sineas lokal melakui Asosiasi Sineas Film Sidoarjo (ASFIS). Dalam asosasi tersebut, Afrian dan kawan-kawannya tak pernah kehabisan akal untuk selalu berkarya melalui film lokal.

Film lokal membuat daerah tempatnya tinggal dapat dikenal oleh banyak orang. Mulai dari Pariwisata, kuliner, kebudayaan dan lain sebagainya. "Dari situ akhirnya daerah saya terangkat," ugkapnya.

Sepanjang tahun 2021, ASFIS telah memproduksi 25 film. Film tersebut ditayangkan saat pemutaran film akhir tahun, beberapa di antaranya diikutkan dalam festival Fim Jogja atau Festial film Bandung.

"Walaupun dari pemerintah gak ada apresiasi, kita wadahi saja mereka sudah senang," tuturnya.

Ia menuturkan bahwa Pemerintah Jawa Timur sendiri kerap mengadakan Festival Film Jawa Timur. Sayangnya festival tersebut hanya sebagai sebuah ajang festival film biasa. Pemerintah tidak menindaklanjuti hasil karya dari festival film tersebut.

"Ya harusnya sih dibina agar bisa sampai Nasional, tapi ini enggak, dibiarkan saja,” ucapnya.

Selain itu, karya-karya film lokal kerap kali mendapatkan banyak kendala. Di antaranya adalah keterbatasan serta pendistribusian film yang telah dibuat oleh sineas lokal.

3. Sineas lokal masih dipandang sebelah mata

Sineas Jawa Timur, Berkarya dalam SepiAfrian Aris Andy (belakang) saat berperan di film Perempuan Tanah Jahanam. (Instagram/@afrianarisandy_real

Afrian mengaku, sineas Jatim tidak telalu dipandang oleh pemerintah. Dirinya dan teman-temanya tak terlalu mendapat dukungan dari pemerintah. Padahal, selama ini film adalah media promosi pariwisata paling mudah dan cepat.

"Supportnya dari pemerintah susah, kita coba merayu, tapi agak susah, support kan gak cuma dana, mungkin bisa lokasi atau perizinan yang mudah. Tapi selama ini kita belum mendapat itu," tutur Afrian.

Ia yakin, pemerintah memiliki budget untuk film di daerahnya. Sayangnya ia tak pernah tahu dana tersebut ada atau tidak. Selama ini dalam membuat karya bersama sineas Sidoarjo lainnya, dirinya hanya mengandalkan dana pribadi dan sponsor-sponsor lokal.

"Harusnya pemerintah ada dana (untuk film lokal) sih, karena kan kalau kita lihat Banyuwangi bisa besar karena apa ? ya salah satunya karena film, Makasar besar karena apa ya karena film," jelas Afrian.

Sehingga, ia berharap Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dan Pemprov Jawa Timur bisa mendukung sineas-sineas lokal. Sineas lokal adalah bagian dari pahlawan Pariwisata.

4. Sineas lokal tak kehabisan akal untuk berkarya

Sineas Jawa Timur, Berkarya dalam SepiAfrian Aris Andy saat berperan di film Perempuan Tanah Jahanam. (Instagram/@afrianarisandy_real

Meski di tengah pandemi, sineas lokal tetap membuat berbagai macam karya. Karya-karya tersebut tak melulu diikutkan dalam festival film atau ditayangkan saat event tertentu.

Seperti Afrian, ia pun membuat channel YouTube untuk bisa menyalurkan karya-karyanya. Hal ini sembari mengisi waktu luang selama belum ada syuting film.

"YouTube channelku tiap minggu ada syuting, ya tentang komedi. Kita sih pokoknya terus berkarya, kalau kita diam saja ya akhirnya mati," pungkas Afrian.

Karya melalui channel YouTube itu, adalah sebagi wadah sineas lokal bisa menyalurkan karyanya, meski tanpa ada dukungan dari pihak lain seperti pemerintah.

Baca Juga: Sineas Surabaya Telurkan Film Seri tentang Perempuan

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya