Rendra Anugraha, Doktor Berusia 24 Tahun dengan IPK 3,95

#MillennialsInspiratif Revisianmu nyampe mana gess?

#MillennialsInspiratif merupakan rubrik khusus yang mengangkat sosok millennials berpengaruh di Jawa Timur. Mereka mendapatkan pengakuan publik lewat buah pikir dan karya. Lewat rubrik ini kami ingin mengabarkan bahwa generasi ini tak sekadar ada, tapi juga berkarya dan memberi makna.

 

Surabaya, IDN Times - Umumnya di Indonesia, gelar doktor diraih oleh seseorang dengan usia di atas 35 tahun. Namun, hal berbeda terjadi di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, ada pemuda ber-KTP Kabupaten Malang yang masih berusia 24 tahun 4 bulan mendapat gelar doktor. 

Namanya, Rendra Panca Anugraha. Ia lahir di Kabupaten Bondowoso, 25 November 1994. Tahun ini, tepatnya 16-17 Maret 2019, ia dikukuhkan sebagai doktor di wisuda ke-119 ITS Surabaya pada bidang teknik kimia. Rendra bahkan disebut sebagai doktor termuda di Indonesia menyamai raihan Grandprix Thomryes Marth Kadja. Grandprix yang merupakan lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini merupakan peraih rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai doktor termuda pada usia 24 tahun pada 2017 lalu. 

1. Mulanya ikut program PMDSU, diselesaikan 3,5 tahun

Rendra Anugraha, Doktor Berusia 24 Tahun dengan IPK 3,95Dok.IDN Times/Istimewa

Raihan gelar doktor yang didapat oleh Rendra tentunya tidak semata-mata dengan cara instan. Ia memulai perjalanan panjang ketika harus menjadi anak rantau di Ibu Kota Provinsi Jawa Timur, Surabaya.

Cerita berawal dosen pembimbing memintanya untuk mengikuti sebuah program beasiswa. Program itu bernama Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU).

Program yang digulirkan oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) di tahun 2015 itu memungkinkan para penerima beasiswa untuk menyambung studi dari Strata II hingga ke tingkat doktoral dalam satu masa periode studi yaitu empat tahun.

"Saya ikut program beasiswa doktor itu tanpa magister. Jadi langsung dari sarjana lanjut program itu," ujar Rendra melalui sambungan teleponnya, Kamis (4/4).

Siapa sangka, Rendra malah merampungkan tantangan tersebut hanya dalam kurun waktu 3,5 tahu. Selama kurun waktu itu pula, ia berhasil melakukan publikasi penelitian internasional.

2. Bikin penelitian tentang bahan bakar ramah lingkungan

Rendra Anugraha, Doktor Berusia 24 Tahun dengan IPK 3,95Dok.IDN Times/Istimewa

 

Sejatinya, Rendra mendapat gelar doktor bidang teknik kimia. Sebab, dalam disertasinya ia mencetuskan pemanfaatan Dimethyl Carbonate (DMC) dan Diethyl Carbonate (DEC) sebagai zat aditif atau tambahan pada bahan bakar bensin.

Ide tersebut, lanjut Rendra, muncul lantaran tingginya penggunaan gasoline di Indonesia. Padahal, penggunaan bahan ini bisa menimbulkan berbagai masalah yang buruk bagi lingkungan sekitar. Ditambah lagi, persediaannya di alam sangat terbatas.

"Makanya, saya ingin mengurangi ketergantungan ini dengan menambahkan DMC dan DEC yang dapat diproduksi dari sumber biomassa," kata Rendra.

Nah, DMC dan DEC ini nantinya sebagai green chemical. Keduanya dapat digunakan sebagai alternatif zat aditif gasoline untuk meningkatkan performa pembakaran. Penambahan etanol, DMC, dan DEC juga memberikan dampak signifikan untuk menurunkan tekanan uap di seluruh tipe campuran hidrokarbon.

“Saat ini, DMC mulai menjadi perhatian khusus yang digunakan sebagai zat aditif bahan bakar, karena sifatnya yang tidak beracun, ramah lingkungan, dan biodegradable ” tambah Rendra.

3. Diaplikasikan pada sepeda motor CBR 150R

Rendra Anugraha, Doktor Berusia 24 Tahun dengan IPK 3,95Dok.IDN Times/Istimewa

Penelitian tersebut pun tidak hanya sekadar teori. Rendra mengaku telah membuktikanya. Caranya yakni mempraktikkan di sepeda motor CBR 150R. Hasilnya pun memuaskan. Penambahan zat aditif menghasilkan penurunan kadar emisi karbon monoksida yang signifikan pada gas buang.

"Zat aditif yang memiliki gugus oksigen dapat meningkatkan kandungan oksigen pada kondisi pembakaran, hal ini menyebabkan pembakaran yang lebih sempurna,” terang Rendra.

Dari hasil itulah, pemuda dengan IPK 3,95 ini menyimpulkan bahwa DMC dan DEC memberikan hasil lebih baik, zat aditif ramah lingkungan. Sementara DEC sukses menurunkan tekanan uap dalam campuran beberapa hidrokarbon. Penambahan 20 persen DEC menurunkan tekanan uap.

“Ini merupakan teknologi yang sangat mudah, namun masih belum ada pihak yang mengomersialkan, sehingga harganya masih relatif mahal,” ungkap Rendra.

Baca Juga: Emil Dardak, Wagub Muda yang Pernah Jadi Vice Precident BUMN

4. Penelitiannya sudah dikontrak oleh Pertamina dan ditawar dua perusahaan lainnya

Rendra Anugraha, Doktor Berusia 24 Tahun dengan IPK 3,95Dok.IDN Times/Istimewa

Bak gayung bersambut, penelitian Rendra pun disambut baik oleh dunia industri. Pertamina rupanya sudah mengendus karya Rendra. Mereka menilai karyanya bisa digunakan untuk memangkas ketergantungan bahan bakar di Indonesia.

Tak menunggu lama, perusahaan minyak plat merah ini pun menyodorkan kontrak kepada  Rendra. Ternyata, tak hanya Pertamina yang kepincut. Usai ia dikukuhkan sebagai doktor, ada perusahaan lain yang ingin turut serta mendanai dan merealisasikan penelitian yang sudah dibuat Rendra.

"Jadi pada saat saya sidang S3, sudah lakukan kontrak dengan Pertamina. Dan dua hari setelah wisuda ada company yang minta join buat mengkaji penelitian itu," ungkap Rendra.

"Kelanjutan setelah ini proses diskusi. Akan dikaji sistem keenomisan. Secara teknis sudah kelihatan. Terus keenomisan yang masih perlu diperdalam," tambahnya.

5. Semasa sekolah pernah akselerasi dan kuliah mandiri dengan kerja berikan les

Rendra Anugraha, Doktor Berusia 24 Tahun dengan IPK 3,95Dok.IDN Times/Istimewa

Hasil jerih payah Rendra tersebut rupanya banyak melalui proses. Ia telah melewati berbagai macam kendala untuk meraih gelar doktor itu. Rendra menyebut kecerdasan bukanlah segalanya. Namun ketekunan menjadi kunci utamanya.

"Cerdas dan pintar bukan tolak ukur. Jadi yang penting punya tujuan ada niat dibarengi usaha yang sesuai. Berdoa dan minta restu orang tua," kata kata Putra pasangan Suwardjito dan Miftachul Djannah ini.

Rendra mengatakan bahwa hasil yang ia peroleh hari ini adalah buah perjuangannya bahwa raihan gelar ini dimulai sejak ia duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Kala itu, ia yang masih usia 5 tahun sudah masuk di SDN Pagentan 1 Singosari, Malang. Kemudian 3 tahun di SMPN 3 Singosari, Malang dan ikut program akselerasi di SMAN 1 Lawang, Malang yang hanya 2 tahun saja.

"Saya masuk kuliah dapat beasiswa di Teknik Kimia ITS masih berusia 16,5 tahun dan menyelesaikannya selama 4 tahun," beber Rendra.

Waktu 4 tahun itu tidak dibuang percuma oleh Rendra. Ia tak mau berleha-leha hanya kuliah dan menikmati uang beasiswa. Melangkahlah ia untuk memberikan les privat. Nah, Arek Malang ini pun sudah mampu mandiri tak minta uang saku orangtua sejak tahun keduanya di Kota Pahlawan.

"Karena memberi les sama uang beasiswa sudah cukup. Les itu tiap pertemuannya Rp100 ribu. Saya dapat 8 kali pertemuan," ungkap Rendra.

Proses yang dilalui tak sampai di situ saja. Ia pun ikut program beasiswa PMDSU. Beberapa persoalan pun sempat menghambat progres penelitiannya. Salah satunya, dalam hal penyediaan bahan eksperimen. Kadang, harus mencari sendiri bahan eksperimen yang dibutuhkan tersebut di luar negeri, sehingga perlu mengurus surat ekspor-impor barang. 

“Sangat sulit untuk menemukan bahan baku penelitian saya di Indonesia,” kenang Rendra.

Meskipun sulit, Rendra tetap berkomitmen untuk menjalani studi doktoralnya sebaik mungkin. Semangatnya ini pernah mengantarkannya untuk melakoni berbagai penelitian sekaligus menghimpun pengalaman di Hiroshima University, Jepang.

6. Ingin jadi dosen dan buat jurnal penelitian yang berkelas dunia

Rendra Anugraha, Doktor Berusia 24 Tahun dengan IPK 3,95Dok.IDN Times/Istimewa

 

Saat ini Rendra hanya ingin membagikan ilmu yang dimilikinya. Ia tidak mau kalau gelar doktornya tak berguna bagi sekitar khususnya generasi muda di bawahnya. Ia pun kini berjuang untuk bisa menjadi dosen di Teknik Kimia ITS Surabaya.

"Jadi setelah ini saya ingin mengabdi sebagai dosen. Saat ini rekrutmen jadi dosen," ucap Rendra.

Ia juga menyampaikan keinginannya bisa memberi sumbangsih ke dunia pendidikan tinggi Indonesia mengenai jurnal penelitian. Ia lebih menyebutnya sebagai karya yang laik bersaing di mata dunia alias internasional.

"Bisa salurkan ilmu dan penelitian. Jurnal-jurnal terbaik untuk Indonesia," pungkas Rendra.

Selamat berjuang Rendra, harumkan ibu pertiwimu ini!!!!

Baca Juga: Fuad Fahmi, Millennial yang Pilih Jalan Merdekakan Warga Pinggiran

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya