Keterbatasan Fisik Tak Hambat Langkah Nanda Raih Emas di Kancah Dunia

#MillennialsInspiratif Cah Kediri langganan emas

#MillennialsInspiratif merupakan rubrik khusus yang mengangkat sosok millennials berpengaruh di Jawa Timur. Mereka mendapatkan pengakuan publik lewat buah pikir dan karya. Lewat rubrik ini kami ingin mengabarkan bahwa generasi ini tak sekadar ada, tapi juga berkarya dan memberi makna.

Surabaya, IDN Times - Setiap orang pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Hal itulah yang dipegang oleh atlet paralimpik cabang olahraga atletik, Nanda Mei Sholihah.

Memiliki keterbatasan fisik rupanya tidak menjadi hambatan bagi perempuan asal Kota Kediri ini berprestasi. Tak hanya tingkat regional maupun nasional, remaja yang masih berusia 20 tahun ini, acap kali langganan medali di level internasional.

1. Mulai jadi atlet saat berusia 11 tahun

Keterbatasan Fisik Tak Hambat Langkah Nanda Raih Emas di Kancah DuniaDok.IDN Times/Istimewa

Melalui sambungan telepon, Nanda bercerita awal mula menjadi atlet dan menggelutinya hingga saat ini. Ia mengaku memulai perjalanan di dunia olahraga saat berusia 11 tahun tepatnya tahun 2010 silam.

Kala itu, bakat Nanda kecil dilirik oleh Ketua National Paraimpic Comittee (NPC) Kota Kediri, Karmani saat di bangku kelas 5 Sekolah Dasar (SD). Tak perlu berpikir panjang, ia pun mengiyakan ajakan menjadi seorang atlet.

"Aku masuknya 2010, ketemu sama Ketua NPC Kota Kediri (Karmani). Yauda diajakin mau," ujar Nanda, Jumat (28/6).

2. Berawal ikut kompetisi pelajar Wali Kota Cup Surabaya

Keterbatasan Fisik Tak Hambat Langkah Nanda Raih Emas di Kancah DuniaDok.IDN Times/Istimewa

Tekad kuat Nanda itu pun mulai mengantarkannya menorehkan prestasi. Bakat yang dimilikinya terlihat sejak kejuaraan Wali Kota Cup Surabaya. Tak tanggung-tanggung, tiga nomor yang diikutinya, yakni atletik 100, 200 dan lompat jauh berbuah medali emas semua.

"Alhamdulillah aku dapat tiga emas," kata Nanda.

Torehan itu pun semakin banyak dilirik oleh pencari bakat. Ia pun diajak bertanding ke level provinsi sekitar tahun 2011 di Riau. Mulanya, ia mengikuti Pekan Olahraga Pelajar Cacat Nasional (Pocatnas). Di sini ia kembali menyabet emas.

"Aku dapat 3 emas di nomor yang sama, (100, 200 dan lompat jauh)," kata Nanda.

Di tahun 2012, ia menjajal kejuaraan yang sama tingkat provinsi. Namun kali ini lawannya bukan hanya pelajar tetapi umum. "Semua umur. Aku dapat 1 perak dan perunggu. Lawannya senior kurang latihan," tukasnya.

Bakat itu semakin matang saat mahasiswi Universitas Sebelas Maret, Solo (UNS) ini diterbangkan ke Malaysia pada tahun 2013. Saat itu, ia bertanding di Para Games pelajar tingkat internasional.

"Ikut atletik nomor 100, 200 dan 400. Dapat 3 medali emas. Setelah itu, dari pusat ngajuin ikut yang senior. Tc (latihan) di Solo. Terus Asean Para Games (2014) Myanmar dapat 2 perak 1 perunggu," jelas Nanda.

3. Mulai unjuk gigi di Asean Para Games level senior

Keterbatasan Fisik Tak Hambat Langkah Nanda Raih Emas di Kancah DuniaDok.IDN Times/Istimewa

Kegagalan menyabet medali emas di ajang Asean Para Games tak membuat Nanda putus asa. Ia kembali ikut kejuaraan yang sama di Singapura. Di sinilah ia mendapat medali emas pertama level Asia Tenggara. "Ngelawan yang sudah senior," katanya.

Pada tahun 2017, ia kembali bertanding di negeri jiran dalam ajang Asean Para Games dan mendapat medali emas lagi. Sayangnya, di Asian Para Games 2018 ia harus istirahat karena mengalami cedera.

Ia pun bertekad di Asean Para Games Filipina tahun 2020 bisa menambah koleksi medali emas. Saat ini, perempuan kelahiran 17 Mei 1999 ini sedang fokus di Pelatnas. "Target emas juga," katanya.

4. Mengaku pernah minder saat sekolah

Keterbatasan Fisik Tak Hambat Langkah Nanda Raih Emas di Kancah DuniaDok.IDN Times/Istimewa

Meski memiliki segudang prestasi, putri sulung Rini Suwarni ini ternyata pernah minder dengan keterbatasan fisik yang dimilikinya. Ia mengaku sering dipandang aneh oleh sekitarnya saat masih bersekolah. Wajar, karena Nanda selalu menempuh pendidikan di sekolah umum.

"Aku pernah minder, aku beda dengan yang lain. Karna teman sekolah di umum, temen pada lengkap. Kadang diliatin di situ aku sedih," ungkapnya.

Tak sampai di situ, ia bercerita pernah ditolak saat masuk sekolah TK umum. Pihak guru menyarankan keluarganya untuk menyekolahkan Nanda di sekolah luar biasa (SLB).

"Suruh masuk SLB. Nenek gak terima karena gak cacat mental. Terus ganti sekolah lain diterima. Malah TK yang baru aku dikutin lomba puisi antar TK," beber Nanda.

Baca Juga: Fuad Fahmi, Millennial yang Pilih Jalan Merdekakan Warga Pinggiran

5. Orangtua ajarkan sosialisasi untuk lawan minder

Keterbatasan Fisik Tak Hambat Langkah Nanda Raih Emas di Kancah DuniaDok.IDN Times/Istimewa

Melihat sang anak minder, orang tua Nanda tidak tinggal diam. Mereka justru semakin masif mengajak sang anak untuk sosialisasi dan sering berinteraksi di tempat umum. Alhasil, mahasiswi sosiologi UNS ini pun sudah biasa dengan keadaannya.

"Untung orangtua ngajarin buat sosialiasi dengan orang banyak. Diajak ke tempat lain biar gak terlalu minder. Emang bener dampaknya besar banget. Sampai sekarang lebih cuek. Kalau sekarang uda biasa," terang Nanda.

6. Titipkan pesan berkarya dan bawa maju Indonesia di mata dunia

Keterbatasan Fisik Tak Hambat Langkah Nanda Raih Emas di Kancah DuniaDok.IDN Times/Istimewa

Perempuan dua bersaudara ini juga menitipkan pesan untuk para difabel untuk terus berkarya. Ia mengajak agar tidak kalah dengan keadaan serta terus semangat untuk menunjukkan potensi di dalam diri.

"Jangan takut untuk berkarya, jangan takut melakukan selagi hal positif terus berkarya," tegas Nanda.

Tak lupa, Nanda juga berpesan kepada para Millennials untuk membawa maju Indonesia. Ia yakin seperti yang disampaikan Soekarno, anak muda yang akan mengubah kemajuan bangsa.

"Kita anak muda, bangsa maju di tangan anak muda. Harus kita yang memulai," tandasnya.

Terus berkarya dan berjuang Nanda. Harumkan nama bangsa Indonesia! Wani!!!

Baca Juga: Rendra Anugraha, Doktor Berusia 24 Tahun dengan IPK 3,95

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya