Risa Santoso, Perempuan Surabaya yang Jadi Rektor Belia

#MillennialsInspiratif merupakan rubrik khusus yang mengangkat sosok millennials berpengaruh di Jawa Timur. Mereka mendapatkan pengakuan publik lewat buah pikir dan karya. Lewat rubrik ini kami ingin mengabarkan bahwa generasi ini tak sekadar ada, tapi juga berkarya dan memberi makna.
Malang, IDN Times - Masih muda dan berprestasi. Itulah gambaran singkat Risa Santoso. Betapa tidak, di usianya yang baru 27 tahun, dirinya sudah dipercaya memimpin Institut Teknologi dan Bisnis ASIA Kota Malang sebagai rektor. Tentu saja hal itu bukan pekerjaan mudah. Apalagi, ia disebut-sebut sebagai rektor termuda di Indonesia. Namun, wanita kelahiran Surabaya tersebut siap menunjukkan kemampuan terbaiknya.
1. Sempat jadi staf kepresidenan
Sebelum menjadi seorang rektor, Risa Santoso pernah menjadi anggota Staf Kepresidenan. Lulusan S-2 Harvard Garduated School of Education ini pernah menjadi anggota Staff Kepresidenan selama 1,5 tahun. Fokus utamanya adalah membidangi isu-isu strategis di bidang ekonomi.
"Sekitar tahun 2015 saat masih kuliah di Amerika Serikat memang ada imbauan dari pemerintah. Sebab saat itu banyak orang Indonesia yang memilih bertahan di sana. Lalu saya coba melamar sebagai staf kepresidenan dan bekerja selama 1,5 tahun," ucapnya Selasa (5/11).
2. Tak pernah bermimpi jadi rektor
Lebih jauh, Risa mengakui bahwa dirinya sebenarnya tak bermimpi menjadi rektor. Apalagi di usianya yang terbilang masih muda seperti saat ini. Mimpinya saat kecil adalah hanya ingin mengabdikan diri di dunia pendidikan. "Dulu saat kuliah S-1 memang sempat ada mengajar di Amerika. Tetapi sebagai tutor biasa. Dari situ tertarik dan saat S-2 saya fokusnya ke pendidikan," tambahnya.
3. Akui masih harus banyak belajar
Di sisi lain, sebagai sosok yang masih muda, Risa menyadari bahwa masih banyak hal yang harus ia pelajari. Terutama berkaitan dengan tugasnya sebagai seorang rektor. Untuk itu, ia mengakui masih mempelajari tanggung jawab sebagai seorang rektor yang tentu saja tak mudah.
"Tentu saja ada perbedaan dari sebelumnya. Sekarang saat ada pembahasan pengembangan kampus tentu saya terlibat langsung. Jadi hal yang dipelajari jauh lebih banyak," terang wanita yang hobi baca buku ini.
4. Sebut pendidikan Indonesia belum tergali sepenuhnya
Bukan itu saja, Risa mengakui bahwa sebenarnya potensi pendidikan Indonesia cukup besar. Tetapi sejauh ini potensi tersebut belum sepenuhnya tergali. Sehingga hal itulah yang dinilai menghambat pertumbuhan pendidikan di Indonesia. Ia mencontohkan bahwa di Amerika seseorang mengambil jurusan untuk kuliah lantaran sudah sesuai dengan keinginan yang akan dilakukan usai lulus.
"Sementara di sini banyak ditemui seseorang masih kebingungan usai lulus. Harusnya hal itu tak terjadi karena persiapan tersebut sangat penting," sambung wanita yang masih lajang itu.
Baca Juga: Kisah Noviana, Anak Tukang Becak yang Jadi Wisudawan Terbaik
5. Enggan pikirkan kritik
Sementara itu, terkait pro kontra yang terjadi, Risa tak mau ambil pusing. Saat ini dirinya hanya ingin fokus untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang rektor. Baginya, melaksanakan tugas sebaik mungkin adalah hal yang utama ketimbang memikirkan kritik.
"Saya rasa dalam hal apapun pasti ada plus minusnya. Jadi yang terpenting adalah fokus bekerja saja dan tak memikirkan apa kata orang," tandasnya.
Baca Juga: Khoiri, Peternak Kambing di Madiun yang Wadahi Millennial