Menelusuri Jejak Penyebaran Islam di Malang dari Masjid Bungkuk

Masjid dibangun pada abad 18 dan tetap kokoh hingga kini

Malang, IDN Times - Masjid Atthohiriyah atau lebih dikenal dengan sebutan Masjid Bungkuk sudah sangat dikenal di penjuru nusantara. Masjid yang berada di Jl Bungkuk RT 4, RW 4, Pagentan, Singosari itu menyimpan banyak cerita sejarah, utamanya berkaitan dengan penyebaran Agama Islam di Malang Raya.

Masjid yang didirikan pada abad ke-18 itu hingga kini masih berdiri kokoh dan menjadi bagian dari pondok pesantren Miftahul Falah. Meskipun sudah mengalami beberapa kali renovasi, namun Masjid Atthohiriyah tetap menjadi saksi sejarah penyebaran Islam dan disebut-sebut sebagai masjid tertua di Malang Raya. 

1. Dibangun oleh mantan anggota Laskar Diponegoro

Menelusuri Jejak Penyebaran Islam di Malang dari Masjid BungkukMasjid Bungkuk menjadi salah satu tonggak penyebaran Islam di Malang. IDN Times/Alfi Ramadana

Penasihat Takmir Masjid Atthohiriyah, KH. Moensif Nachrawi bercerita bahwa awalnya Masjid tersebut dibangun oleh seseorang yang sebelumnya merupakan anggota Laskar Diponegoro. Orang itu kemudian dikenal dengan nama Kiai Hamimudin pada abad 18. Saat itu, pasca Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan oleh Belanda, para Laskar Diponegoro kemudian tercerai berai menyebar ke seluruh pelosok tanah Jawa. Kemudian datanglah Hamimudin ke wilayah Singosari, tepatnya di wilayah Bungkuk, Pagentan. 

"Saat ini kondisi sekitar masih berupa hutan belantara sisa-sisa Kerajaan Singosari. Adapun masyarakat yang menghuni wilayah sekitar kawasan Singosari ini masih beragama Hindu. Kemudian beliau (Kiai Hamimudin) mendirikan sebuah gubuk untuk mengajar mengaji," urainya Sabtu (9/4/2022). 

2. Masyarakat mulai tertarik

Menelusuri Jejak Penyebaran Islam di Malang dari Masjid BungkukEmpat pilar yang masih dipertahankan pada bagian dalam Masjid Bungkuk. IDN Times/Alfi Ramadana

Seiring berjalannya waktu, masyarakat yang awalnya beragama Hindu mulai mendatangi kediaman Kiai Hamimudin. Mereka mulai tertarik dengan ajaran Islam yang pada saat itu dianggap berbeda lantaran lebih memanusiakan manusia dan tidak mengenal istilah kasta dalam kehidupan.

Mulai saat itulah masyarakat mulai berbondong-bondong belajar Agama Islam kepada Kiai Hamimudin. Makin hari, masyarakat yang datang semakin banyak. Dahulu karena memang kawasan tersebut merupakan wilayah Hindu, maka masyarakat belum mengenal istilah ruku' dan sujud. Makanya saat mereka melihat santri dari Kiai Hamimudin melaksanakan salat masyarakat menyebutnya Bungkuk hingga kemudian kawasan tersebut dikenal sebagai wilayah Bungkuk. 

"Karena santrinya semakin banyak, kemudian mulai dibangun tempat belajar yang lebih luas. Termasuk juga masjid yang lebih bagus dengan model semi permanen untuk menampung masyarakat yang ingin belajar agama," imbuh pria yang juga merupakan generasi keempat dari Kiai Hamimudin tersebut. 

3. Islam terus berkembang di Malang Raya

Menelusuri Jejak Penyebaran Islam di Malang dari Masjid BungkukMasjid Bungkuk kini sudah dibangun dengan arsitektur modern. IDN Times/Alfi Ramadana

Kiai Moensif menyebut bahwa seiring berjalannya waktu, pondok pesantren tersebut terus berkembang semakin pesat. Pondok pesantren tersebut kemudian diserahkan kepada Kiai Thohir yang tak lain merupakan menantu dari Kiai Hamimudian. Kiai Thohir berasal dari Bangil, Pasuruan dan menikah dengan putri bungsu dari Kiai Hamimudin.

Bersama Kiai Thohir, pesantren Miftahul Falah atau juga pesantren Bungkuk tersebut semakin berkembang pesat. Mereka yang awalnya hanya ingin belajar agama kemudian memilih menetap di kawasan sekitar pondok pesantren. Hingga akhirnya kawasan tersebut menjadi kampung baru dan terus berkembang hingga kini. Sementara para alumni dari pondok tersebut kemudian menyebar ke seluruh penjuru nusantara dan untuk juga ikut menyebarkan Agama Islam.

"Jadi karena masyarakat ini banyak yang datang dari jauh, mereka merasa kesulitan jika harus pulang pergi. Kemudian dibangunlah pondok-pondok atau gubuk-gubuk untuk menginap di sini yang kemudian semakin meluas hingga sekarang," sambungnya. 

4. Masjid sudah beberapa kali direnovasi

Menelusuri Jejak Penyebaran Islam di Malang dari Masjid BungkukArsitektur bagian dalam masjid yang sudah diperbaharui usai renovasi terkahir tahun 2008. IDN Times/Alfi Ramadana

Seiring berjalannya waktu, lantaran semakin masifnya perkembangan Agama Islam di kawasan Singosari dan sekitarnya, Masjid Bungkuk kembali tak mampu menampung jemaah. Kemudian dilakukan renovasi beberapa kali hingga yang terakhir dilakukan pada tahun 2008 lalu.

Saat proses renovasi, para pekerja juga menemukan sejumlah situs bersejarah yang merupakan peninggalan Kerajaan Singosari. Teman-teman tersebut kemudian diselamatkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan, pada tahun tersebut. 

"Jadi tahun 2008 lalu masjid ini mengalami renovasi total. Tetapi masih ada sisa dari bangunan lama yang dipertahankan yakni empat tiang utama di tengah yang sampai saat ini tetap ada," sambungnya. 

Baca Juga: Suasana Khidmat Salat Tarawih Pertama di Masjid Muhammadiyah

5. Jadi salah satu tujuan wisata religi

Menelusuri Jejak Penyebaran Islam di Malang dari Masjid BungkukKomplek pemakaman di sebelah barat Masjid Bungkuk. Dalam komplek tersebut terdapat makam Kiai Hamimudin, Kiai Thohir dan beberapa tokoh lain. IDN Times/Alfi Ramadan

Kini, pondok pesantren Miftahul Falah dan Masjid Bungkuk bukan lagi hanya sekedar tempat ibadah. Saat ini kawasan ini sudah menjadi tempat wisata religi. Tak sedikit masyarakat yang datang ke lokasi ini untuk berziarah ke makam dari Kiai Hamimudin, Kiai Thohir dan beberapa tokoh lainnya. Tak sedikit dari masyarakat yang datang dari luar kota hanya untuk berziarah ke makam yang berada tepat di belakang masjid dan melihat secara langsung Masjid Bungkuk. 

"Tradisinya di sini memang nisan tidak dikasih nama turun temurun. Sebagai petunjuk pada bagian tembok sebelah utara ada nama-nama tokoh yang dimakamkan di tempat tersebut," tandasnya. 

Baca Juga: 6.500 Jemaah Ikut Tarawih di Masjid Al Akbar Surabaya

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya