Krisis Regenerasi Dalang di Banyuwangi, Wayang Kulit Memaksa Eksis

Setidaknya masih ada yang mencintai wayang kulit

Banyuwangi, IDN Times - Wayang kulit, adalah sebuah kesenian tanah Jawa yang sudah berusia ratusan tahun. Kesenian ini merupakan histori lokal yang menjadi saksi sejarah media dakwah penyebaran agama Islam di masa Sunan Kalijaga. Seiring bertambah tua zaman, wayang kulit mulai terlupakan.

Dominasi modernisasi hiburan, menyebabkan para milenial dan generasi Z saat ini enggan menggemari wayang kulit. Tidak hanya itu, krisis minat profesi dalang juga semakin membuat wayang kulit nyaris ditelan perubahan zaman.

Kendati demikian, di beberapa wilayah yang masih menganut budaya Jawa, tetap menjaga wayang kulit yang menjadi warisan leluhur ini tetap lestari. Di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, misalnya. Meskipun tak sering ada, namun pagelaran wayang kulit nyatanya masih juga diminati.

Bahkan ada sebuah komunitas bernama Paguyuban Dalang Keneman Banyuwangi (Padakawangi). Komunitas ini berisikan anak-anak muda yang menjadi dalang. Bahkan komunitas dalang muda ini kerap mengadakan sebuah pentas pewayangan mini.

1. Wayangan Climen, regenerasi dalang di pentas mini

Krisis Regenerasi Dalang di Banyuwangi, Wayang Kulit Memaksa EksisWayangan Climen Padakawangi Banyuwangi. (IDN Times/ Agung Sedana)

Wayangan Climen atau pertunjukan wayang kecil-kecilan, merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh dalang muda di Banyuwangi untuk melestarikan wayang kulit. Wayangan Climen ini digelar dengan pentas mini dan sederhana. Baik dari kelengkapan wayang kulit atau pengiringnya berjumlah sedikit dari pagelaran wayang kulit pada umumnya. 

Ketua Padakawangi, dalang muda Ki Andre Tri Winarto, mengatakan bahwa komunitas ini tidak hanya berisikan dalang muda saja. Namun, mereka yang juga mencintai kesenian wayang kulit atau yaga (pengiring gamelan) pangelaran wayang kulit juga masuk di dalamnya. 

Untuk melestarikan keberadaan wayang kulit di Banyuwangi, Padakawangi biasanya rutin menggelar wayangan Climen. Lokasinya tidak menentu, namun selalu dilakukan setidaknya sebulan sekali. Diakuinya, saat ini memang terjadi krisis regenerasi dalang-dalang muda di Banyuwangi.

"Dari segi peminat tidak banyak namun tetap ada. Dari segi dalang juga sangat minim regenerasi. Beliau-beliau dalang veteran juga sudah tidak mentas lagi karena faktor usia," kata Andre kepada IDN Times, Jumat (4/11/2022). 

Andre mengakui, profesi dalang ini dilakoninya lantaran kebiasaan ayahnya yang merupakan seorang yaga senior di Banyuwangi. Seiring bertambahnya usia, Andre kemudian melah tertarik untuk menjadi seorang dalang. Kurang lebih 10 tahun sudah Andre belajar untuk memainkan peran sebagai seorang dalang pentas.

"Belajar dari sesepuh dalang di Banyuwangi. Pakem wayang dan teknik memerankan setiap karakter beserta bagaimana suara khas mereka semua belajar dari para dalang langsung, tidak lewat sekolah pedalangan," ungkapnya.

Lalu apakah menjadi dalang adalah sebuah profesi yang 'memalukan' di era moderen saat ini?

Andre nampaknya cukup geram dengan istilah 'memalukan' tersebut. Justru menurutnya, dalang adalah sebuah profesi yang harus dan terus serta tidak boleh punah hingga kapan pun. Karena menjadi dalang adalah sebuah kebanggaan bagi Andre.

Andre mengibaratkan pagelaran wayang layaknya sebuah semesta kehidupan. Di mana seorang dalang adalah yang menggerakkan dan menentukan jalan cerita dari kehidupan para wayang. 

"Dalang adalah profesi yang harus terus diregenerasi. Tidak boleh punah. Karena wayang tanpa dalang ibarat tubuh tanpa nyawa. Dalang adalah ruh yang menggerakkan dan menghidupkan wayang," jelas Andre.

Meskipun terkadang wayangan Climen tidak ada penonton dari golongan muda, namun Andre dan Padakawangi tetap menggelarnya secara rutin. Dia mengaku, inilah cara para dalang muda di Banyuwangi untuk melestarikan, mengenalkan dan membiasakan masyarakat untuk terbiasa melihat wayang.

"Dari biasa hingga akhirnya suka. Dari peduli hingga akhirnya cinta, itulah keinginan kami dari Padakawangi yang ingin melestarikan wayang kulit ini selalu ada di Banyuwangi. Setidaknya tidak sampai punah," tegasnya.

Baca Juga: De Djawatan Forest Banyuwangi: Lokasi, Aktivitas, dan Daya Tarik

2. Yaga pewayangan juga butuh regenerasi

Krisis Regenerasi Dalang di Banyuwangi, Wayang Kulit Memaksa EksisLatihan karawitan di Banyuwangi. (IDN Times/ Agung Sedana)

Di lain sisi, seorang budayawan lokal sekaligus yaga senior pengajar kesenian karawitan di Banyuwangi, Mu'adi, mengatakan bahwa regenerasi dalang dan yaga pewayangan harus dilakukan dengan cara yang berbeda. Diakuinya, kawula muda saat ini akan lebih memilih gitar dibandingkan dengan gamelan.

"Pelaku seni pewayangan harus juga menyadari, bahwa kesenian ini semakin terancam eksistensinya. Maka regenerasi harus dilakukan sejak dini, ya minimal dari keturunan mereka," ungkap Pak Mu, sapaan akrab Mu'adi.

Keberadaan yaga ini, menurut Pak Mu juga harus dijaga dan dilestarikan. Karena dalang tanpa yaga juga tidak bisa. Layaknya sistem pemerintahan, dalang adalah presiden sedangkan yaga adalah menteri-menterinya. 

"Namanya pewayangan itu ada dalang, ada wayang, ada gamelan dan yang memainkannya namanya yaga. Itu harus ada, sebab itu yaga juga harus terus diregenerasi," kata Pak Mu.

Ditanya alasan anak muda tidak mau menjadi dalang atau bagian dari pewayangan, Pak Mu memiliki pandangan yang cukup relevan. Menurutnya, faktor utama yang mendasari profesi ini adalah minat. Jika seseorang sudah tidak memiliki minat, jangankan menyukai, bahkan mengenal pun enggan.

Soal pementasan, Pak Mu menyebut bahwa kesenian wayang ini merupakan sebuah pagelaran yang sebenarnya bisa beradaptasi dengan segala cerita. Dia menyebut, segala cerita kehidupan yang ada di dunia ini bisa digambarkan melalui pewayangan. 

"Sangat bisa, terkadang seorang dalang harus keluar sedikit dari pakem untuk memerankan karakter wayang. Ceritanya bisa disesuaikan dengan realita yang terjadi. Misalkan untuk dijadikan media sindiran terhadap kinerja pemerintahan atau soal moral generasi saat ini, semua bisa. Tergantung dalang," jelasnya. 

3. Dalang bukanlah sebuah pekerjaan

Krisis Regenerasi Dalang di Banyuwangi, Wayang Kulit Memaksa EksisRegenerasi dalang sejak dini di Banyuwangi. (IDN Times/ Agung Sedana)

Senada dengan Andre, dalang muda lainnya dari Banyuwangi Ki Wahyu Setiyawan mengatakan bahwa menjadi dalang adalah sebuah panggilan. Menurutnya, adalah salah ketika menjadikan dalang sebagai sebuah objek pekerjaan. 

"Profesi dan pekerjaan itu berbeda. Dalang itu profesi dan bukan pekerjaan. Kalau pekerjaan itu dibutuhkan sedangkan profesi adalah bagaimana cara kita mencintai," ungkap Wahyu. 

Menurutnya, mungkin inilah alasan mengapa banyak generasi muda enggan memilih untuk menjadi seorang dalang. Dia menilai, generasi saat ini lebih condong memandang uang dan penghasilan atas segala yang dilakukan. Sedangkan dalang, dasarnya adalah kecintaan dan kesenangan. 

"Kalau menjadi dalang yang diburu hanya job manggung, itu salah. Maka tidak akan banyak yang ingin menjadi dalang. Job manggung itu hanyalah bonus dari profesi seorang dalang," katanya.

"Lihat, jika ada pewayangan. Penontonnya pasti orang-orang tua, duduk bersila sambil membawa camilan dan kopi, mereka datang untuk mencari kesenangan. Tertawa, bersorak dan bisa mengambil nasihat dari cerita lakon wayang. Beda dengan orkesan yang hanya sekadar menyuguhkan hiburan saja," imbuh Wahyu.

Saat ini, selain profesi dalang, Wahyu mengakui juga memiliki pekerjaan lain. Dia mengaku sudah menyukai dunia pewayangan sejak dirinya masih kecil. Wahyu memutuskan untuk menjadi dalang karena alasan kecintaan dan bukan hanya uang dari hasil pementasan. 

Sebagai upaya regenerasi, Wahyu sudah mendoktrin anak laki-lakinya untuk menyukai wayang. Sejak usia SD, Wahyu terbiasa mengajak anaknya untuk ikut dia manggung, Bahkan, Wahyu juga mengajarkan teknik-teknik yang harus dikuasai dalang berikut pengetahuan tentang dalang.

"Terlepas dari apapun itu, dalang atau wayang ini harus dilestarikan. Regenerasi itu harus. Minimal dari keturunan para seniman pewayangan itu sendiri," cetus Wahyu mengakhiri perbincangan dengan IDN Times

Baca Juga: Komunitas Wayang Merdeka Kenalkan Wayang secara Menyenangkan

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya