Mengenal Tradisi Ngerandu Buka di Banyuwangi

Ngabuburit berasal dari Sunda, Banyuwangi punya sendiri lho!

Banyuwangi, IDN Times - Kabupaten Banyuwangi punya penyebutan sendiri untuk istilah menanti datangnya waktu berbuka puasa. Bila umumnya di Indonesia menyebut "Ngabuburit" yang berasal dari Bahasa Sunda, di Banyuwangi menyebut "Ngerandu Buka".

Istilah ngerandu buka, berasal dari bahasa Suku Using, yang berarti "Menanti Buka". Ngerandu ini biasa dimulai pukul 15.00 WIB hingga menjelang Magrib. Ada yang memilih jalan-jalan berburu takjil, menikmati suasana pantai hingga menonton atraksi pentas seni.

1. Gotong royong

Mengenal Tradisi Ngerandu Buka di BanyuwangiKegiatan Ngerandu Buka di Papring Banyuwangi. IDN Times/Istimewa

Hal unik dan kreatif dilakukan warga Lingkungan Papring, Kecamatan Kalipuro. Warga yang tinggal di kawasan hutan KPH Banyuwangi Utara tersebut rutin menggelar Ngerandu Buko di dusun-dusun dengan perlengkapan dan penampilan pentas seni secara gotong royong.

"Ngerandu artinya sama dengan menanti buka puasa. Pemahaman sama kayak ngabuburit, menanti buka puasa juga, tapi itu Bahasa Sunda. Kalau Banyuwangi punya istilah sendiri, namanya Ngerandu Buka," ujar salah satu inisiator Ngerandu Buka pentas seni di Papring, saat dihubungi IDN Times, Rabu (13/4/2022).

Di kampungnya, Widie bersama pemuda yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Papring (FKMP), telah menggelar dua kali kegiatan pentas seni Ngerandu Buka. Kegiatan tersebut dilakukan setiap akhir pekan.

Pentas seni yang digelar secara gotong royong tersebut, menyajikan kesenian lokal mulai dari pencak silat, Mocoan Lontar Yusuf, musik, bernyanyi dan komedi.

"Kontennya bermain musik, melawak, sesuai potensi anak anak muda. Silat lokal dan profesional. Ada Mocoan Lontar Yusuf juga," katanya.

Baca Juga: Mengenal Masyarakat Suku Osing Banyuwangi, Populasinya Tersebar 

2. Dari kampung ke kampung

Mengenal Tradisi Ngerandu Buka di BanyuwangiKegiatan Ngerandu Buka di Papring Banyuwangi. IDN Times/Istimewa

Ngerandu Buko tersebut, kata Widie berlangsung di ruang publik seperti perempatan jalan raya dan perkampungan warga. Ia dan pemuda menyepakati, gelaran Ngerandu Buka tidak di halaman rumah warga, agar tidak terkesan sebuah acara tanggapan pribadi.

"Sistem ngerandu buko dilakukan keliling, dari kampung ke kampung. Tidak di satu tempat. Desain panggung dan konten yang disajikan beda-beda," katanya.

Semua perlengkapan alat musik, desain panggung, sound system hingga transportasi didukung secara gotong royong. Dukungan tersebut termasuk makanan dan takjil dari tokoh masyarakat.

"Para tuan rumah bawa takjil, kepala wilayah atau RT. Angkutan barang juga dibantu Banyuwangi Elsa Community," jelasnya.

3. Tabrak Bahasa

Mengenal Tradisi Ngerandu Buka di BanyuwangiKegiatan Ngerandu Buka di Papring Banyuwangi. IDN Times/Istimewa

Ngerandu Buka di Papring, dengan pentas seni keliling, kata Widie sebenarnya sudah ada sejak tahun 2018 hingga 2019. Namun akibat pandemik, kegiatan tersebut berhenti dan baru dilanjutkan di tahun 2022.

Tidak hanya sebatas tempat ekspresi kesenian lokal, kegiatan Ngerandu Buka juga jadi tempat penyatuan ruang kreatif. Di sana, terdapat dua bahasa yang aktif digunakan masyarakat, yakni Madura dan Using.

Dua bahasa tersebut, saling menguatkan meski saling diucapkan. Si A bicara bahasa Using, dijawab Bahasa Madura oleh si B merupakan hal yang biasa. Fenomena tersebut disebut "Tabrak Bahasa".

"Awalnya kampanye bahasa, kami bahasa Using dan bahasa Madura.
Kontennya bermain musik, melawak dua bahasa, sesuai potensi anak anak muda," terangnya.

4. Penyatuan genre musik

Mengenal Tradisi Ngerandu Buka di BanyuwangiKegiatan Ngerandu Buka di Papring Banyuwangi. IDN Times/Istimewa

Selain perpaduan bahasa yang unik, pentas Ngerandu Buka juga menyatukan genre musik yang sebelumnya tidak pernah menyatu, yakni musik gamelan dan hadrah.

"Menggabungkan gamelan dan musik hadrah. Kami berhasil kolaborasi di ngerandu buko. Di luar itu gak pernah nyatu. Bahkan satu lagu di beberapa musik hasil kolaborasi, lagu solawat. Musiknya gamelan dan hadrah," jelasnya

"Awalnya gak mau, nyatu antara gamelan dan hadrah..Ada istilah, musik "setan" dan religi," katanya tertawa.

Baca Juga: Pendidikan Karakter di Sekolah Adat Kampoeng Batara Banyuwangi

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya