TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sejarah Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato Surabaya

Insiden ini menjadi pemantik pertempuran 10 November 1945

Teatrikal perobekan bendera di depan Hotel Majapahit (eks Hotel Yamato). (instagram.com/surabaya)

Tujuh puluh sembilan tahun yang lalu, tepatnya pada 19 September 1945, terjadi insiden perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato (kini Hotel Majapahit) yang berlokasi di Jalan Tunjungan, Surabaya. Hal tersebut dipicu oleh tindakan provokatif Belanda yang tidak menghargai kedaulatan Indonesia. Peristiwa ini menjadi pemantik amarah arek-arek Suroboyo untuk memaksa belanda dan sekutu angkat kaki dari Surabaya. Puncaknya, perang yang akui Inggris paling dahsyat selama perang dunia II itu meletus, yang kemudian dikenang sejarah sebagai pertempuran 10 November 1945.      

1. Insiden dipicu oleh tindakan provokatif Belanda

Insiden ini bermula dari tindakan provokatif Belanda yang mengibarkan benderanya di tiang bendera Hotel Yamato, padahal saat itu Indonesia sudah bebas dari penjajahan Belanda maupun Jepang. Bukti kemerdekaan Indonesia diperkuat dengan maklumat Presiden Soekarno yang ditetapkan per 1 September 1945 tentang perintah pengibaran bendera merah putih di seluruh wilayah Indonesia, tak terkecuali di Surabaya. 

Dikutip dari buku Sepuluh November Empat Puluh Lima karya Batara Richard Hutagalung (2001), sehari sebelum insiden perobekan bendera Belanda, pasukan Inggris dan Belanda yang tergabung dalam Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees (RAPWI) atau Bantuan Rehabilitasi untuk Tawanan Perang dan Interniran datang ke Surabaya.

Di bawah naungan Victor Willem Charles Ploegman, mereka hendak mengurus sisa-sisa prajurit Jepang dan tentara Belanda yang ditawan, sesaat setelah kekalahan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya. Melansir Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, perang tersebut adalah bagian dari Perang Dunia II yang menjadi konflik global. Selama bertugas, markas mereka berlokasi di Hotel Yamato (semula bernama Hotel Oranje). 

Di sana, mereka dengan semena-mena mengibarkan bendera merah-putih-biru milik Belanda. Tindakan yang dianggap melecehkan kedaulatan Indonesia yang baru merdeka ini kemudian memantik protes seluruh warga Surabaya.       

Baca Juga: Peringati Peristiwa Yamato, Risma Ingatkan Anak-anak Soal Perang Lain

2. Jalan damai tidak bisa ditempuh

Teatrikal perobekan bendera di depan Hotel Majapahit (eks Hotel Yamato). (instagram.com/surabaya)

Di tengah gempuran protes warga Surabaya yang kian memanas, Soedirman sebagai Wakil Residen meminta Belanda menurunkan bendera tersebut. Berbagai upaya perundingan dilakukan, namun pihak Belanda yang diwakili oleh WV Ch. Ploegman tetap menolak menurunkan bendera tersebut. Mereka bahkan tidak mengakui kemerdekaan Indonesia.

"Pasukan Sekutu telah memenangkan perang, dan karena Belanda adalah bagian dari Sekutu, maka sudah menjadi haknya mengembalikan pemerintahan Hindia Belanda. Republik Indonesia? Kami tidak tahu itu apa!" cetus Ploegman, dikutip dari buku Rakyat Jawa Timur Mempertahankan Kemerdekaan yang disusun Irna Hadi Soewito (1994).   

Suasana semakin memanas ketika Ploegman mengacungkan pistol dan mengancam Soedirman. Tanpa berlama-lama lagi, Sidik, salah satu pengawalnya segera menerjang Ploegman untuk merebut senjata itu. Dalam pergulatan itu, Sidik berhasil menghabisi nyawa Ploegman dengan cara mencekiknya. Namun nahas, belum sempat melarikan diri, pengawal setia Soedirman itu akhirnya meregang nyawa sesaat setelah belati yang dilemparkan pihak Belanda menancap di tubuhnya.     

Sementara itu, seorang pengawal lainnya, Hariyono, bergegas mengamankan Residen Soedirman dari area lobi hotel yang suasananya kian menegangkan.       

Verified Writer

Talita Hariyanto

Manusia hina sebagai makhluk mulia

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya