8 Urutan Selamatan Orang Meninggal dalam Tradisi Jawa

Indonesia kaya akan tradisi yang hingga saat ini masih dijalankan oleh masyarakatnya. Seperti tradisi selamatan arwah atau selamatan atas orang meninggal dalam kepercayaan masyarakat Jawa.
Selamatan orang meninggal dalam tradisi masyarakat Jawa, ini digunakan sebagai media berkirim doa. Keluarga yang ditinggalkan meyakini, bahwa selamatan ini akan meringankan dosa yang pernah dilakukan orang tersebut semasa hidupnya.
Ada banyak versi sejarah soal tradisi ini. Salah satuny menyebut bahwa tradisi ini merupakan peninggalan kebiasaan Sunan Kalijaga saat menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa. Kala itu, Sunan Kalijaga menggunakan pendekatan secara adat dan tradisi untuk memayoritaskan Islam. Maka tak heran jika tradisi selamatan orang Jawa ada hal semacam tumpeng atau berkat berupa makanan untuk di bawa pulang.
Tumpeng ini, dahulunya dimaksudkan agar orang-orang bersedia untuk datang dan mendoakan keluarga yang mengggelar selamatan. Selain itu, selamatan ini juga merupakan cara untuk membudayakan masyarakat Jawa agar saling berbagi atau sodaqoh. Tumpeng ini juga sebagai perwujudan syukur atas kehidupan yang sudah diberikan oleh Allah SWT.
Selamatan orang meninggal dalam tradisi masyarakat Jawa, ada hitung-hitungannya sendiri. Tidak bisa asal digelar begitu saja. Biasanya, memanfaatkan penanggalan Jawa sebagai patokannya. Berikut 8 urutan selamatan masyarakat Jawa yang tidak boleh ditinggalkan atau salah urutannya.
1. Dina geblak (hari meninggal)
Dina geblak atau hari kematian adalah acara selamatan pertama yang harus dilakukan setelah prosesi pemakaman. Geblak juga kerap disebut dengan istilah Ngesur/Nyaur Tanah. Cara menentukannya dengan rumus jisarji dan harus dilaksanakan saat itu juga. Pada selamatan ini juga dilangsungkan tradisi kirim doa dengan membacakan surat Yasin.
2. Telung dina (selamatan hari ke-3)
Telung dina, adalah acara selamatan yang dilakukan pada hari ke-3 setelah hari kematian. Mayoritas, selamatan ini dilakukan pada malam hari, antara lepas mahgrib atau isya. Untuk mencari perhitungan hari selamatan tiga hari ini menggunakan metode lusarlu, yaitu hari ketiga dan pasaran ketiga. Pada selamatan ini juga dilangsungkan tradisi kirim doa dengan membacakan surat Yasin.
3. Pitu dina (selamatan hari ke-7)
Perlu diingat, dalam selamatan arwah atas kematian seseorang dalam tradisi masyarakat Jawa tidak ada namnya minggu, atau bulan. Semuanya menggunakan hitungan hari. Pitu dina, adalah selamatan yang harus dilakukan pada hari ke tujuh setelah hari kematian. Cara menghitung hari dan pasarannya menggunakan rumus tusaro, yaitu hari ketujuh dan pasaran kedua. Pada selamatan ini juga dilangsungkan tradisi kirim doa dengan membacakan surat Yasin.
4. Patangpuluh dina (selamatan hari ke-40)
Patangpuluh dina adalah selamatan setelah 40 hari kematian. Cara menghitung hari dan pasarannya menggunakan rumus masarma, yaitu hari kelima dan pasaran kelima. Untuk diketahui, tumpeng atau berkat hanya akan disediakan pada hitungan selamatan sejak hari ke-3 kematian. Sedangkan pada hari pertama, hanya ada ungkur-ungkur atau buceng. Ini mirip dengan berkat namun wadahnya kecil dan porsinya sedikit.
5. Nyatus dina (selamatan hari ke-100)
Tak beda dengan selamatan sebelumnya. Nyatus dina adalah selamatan setelah hitungan ke-100 hari kematian. Cara menghitung hari dan pasarannya menggunakan rumus perhitungan rosarma, yaitu hari kedua dan pasaran kelima. Pada selamatan ini dan sebelumnya juga dilangsungkan tradisi kirim doa dengan membacakan surat Yasin.
Baca Juga: 7 Fakta Tumpeng Hidangan Khas Nusantara, Lekat dengan Tradisi Jawa
6. Mendak pisan (selamatan hari ke-120)
Mendak pisan adalah selamatan arwah setelah satu tahun kematian dalam tradisi masyarakat Jawa. Cara menghitung hari dan pasarannya menggunakan rumus patsarpat, yaitu hari keempat dan pasaran keempat. Biasanya, jika ada jadwal pernikahan pada keluarga yang berduka harus ditunda dulu hingga selamatan ke-120 hari ini digelar. Konon, jika pernikahan tetap dilakukan maka akan ada sial berupa kematian yang menghampiri pasangan tersebut.
7. Mendak pindo (selamatan hari ke-240)
Mendak pindo adalah acara selamatan orang meninggal tepat terhitung 240 hari setelah hari kematian. Cara menghitung hari dan pasarannya menggunakan rumus rosarpat, yaitu hari kesatu dan pasaran ketiga. Selamatan ini tak berbeda dari sebelumnya, masih dilakukan doa Yasinan bersama dan tumpeng.
8. Nyewu (selamatan hari ke-1000)
Finalnya, tradisi selamatan arwah pada kepercayaan masyarakat Jawa di akhiri dengan selamatan nyewu. Nyewu adalah selamatan dengan hitungan ke-1000 dari hari kematian. Cara menghitung hari dan pasarannya menggunakan rumus nemsarma, yaitu hari keenam dan pasaran kelima atau dilakukan kurang lebih 2 tahun lebih 9 bulan setelah orang tersebut meninggal.
Baca Juga: 5 Bulan Baik untuk Melangsungkan Pernikahan Menurut Tradisi Jawa
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.