TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

PDUI Jatim Dapat Bantuan 500 Alat Tensi Penyakit Jantung

Kematian karena serangan jantung di Indonesia meningkat

PDUI Jatim saat menerima 500 alat tensi dari OMRON Healthcare Indonesia. (Dok. Istimewa)

Surabaya, IDN Times - Penyakit kardiovaskular dan cerebrovascular seperti serangan jantung dan stroke berada di urutan atas dalam daftar penyebab kematian utama di Indonesia. Mengantisipasi angka kematian akibat serangan jantung dan stroke, Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Jawa Timur mendapat 500 alat tensi dari OMRON Healthcare Indonesia, Sabtu (18/5/2024).

1. Serangan jantung sebagai sillet killer nomor satu di dunia

Serangan jantung disebut sebagai silent killer nomor satu di dunia, sebanyak 15,5 juta kasus penyakit jantung terjadi di Indonesia pada 2022, meningkat dari 12,93 juta kasus pada 2021, mengakibatkan 245.343 kematian akibat penyakit jantung koroner dan 50.620 kematian akibat penyakit jantung hipertensi tiap tahun.

Tekanan darah tinggi juga merupakan faktor risiko utama untuk stroke. Berada di urutan teratas sebagai penyebab disabilitas di dunia, stroke juga tercatat sebagai penyebab kematian utama di Indonesia, dengan peningkatan dari 1,99 juta kasus pada tahun 2021 menjadi 2,54 kasus pada tahun 2022.

2. Cara mencegah dengan rutin pantau tekanan darah

Direktur OMRON Healthcare Indonesia, Tomoaki Watanabe mengatakan, salah satu langkah dalam menekan prevalensi serangan jantung dan stroke, adalah menjalankan kampanye mengajak orang-orang yang berisiko tinggi untuk memantau tekanan darah mereka secara rutin di rumah.

“Salah satu tantangan utama dalam menekan prevalensi penyakit kardiovaskular masih rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pemantauan tekanan darah secara teratur di rumah. Padahal, dengan pemantauan rutin dan pengobatan, serta berbagi data yang lebih komprehensif dengan penyedia layanan kesehatan akan memastikan perawatan hipertensi yang lebih baik,” ujarnya. 

Ia menyebut, diagnosis hipertensi di Indonesia masih sangat rendah. Laporan WHO menyatakan tingkat diagnosis hipertensi di Indonesia hanya 36 persen, lebih rendah dibandingkan Vietnam 47 persen dan India 37 persen. Hal ini disebabkan karena rendahnya kesempatan pemeriksaan kesehatan terutama jika tidak ditanggung asuransi atau perusahaan, dan rendahnya kepemilikan alat ukur tensi di kalangan masyarakat.

"Berdasarkan survei yang dilakukan OMRON Healthcare Indonesia, hanya sedikit orang yang menyadari pentingnya memonitor tekanan darah mereka sendiri di rumah, sehingga mereka sering kali hanya memeriksakan tekanan darah saat berkunjung ke fasilitas kesehatan. Hanya 8 persen pasien hipertensi direkomendasikan alat ukur tensi mandiri oleh dokter umum," jelas dia. 

Baca Juga: Satpol PP Surabaya Masifkan Patroli Hotel Usai Kasus Prostitusi Anak

Berita Terkini Lainnya