Sejak Tahun 1935, Tahu Lontong Lonceng Sudah Bertahan Tiga Generasi

Satu porsi hanya dibanderol Rp12 ribu

Malang, IDN Times - Malang Raya tak hanya dikenal sebagai kota sepak bola. Kawasan ini juga dikenal karena kulinernya yang beragam. Selain bakso yang menjadi andalan, Malang juga memiliki banyak kuliner lain yang cukup ikonik.

Salah satu kuliner yang sudah cukup melegenda adalah Tahu Lontong Lonceng. Berada tepat di Jalan Laksamana Martadinata, no 66, Kota Malang, kedai Tahu Lontong Lonceng sangat mudah dijangkau. Hal itu membuat Tahu Lontong Lonceng menjadi salah satu destinasi yang wajib disambangi bagi para pecinta kuliner. 

1. Berawal dari jualan keliling menggunakan pikulan

Sejak Tahun 1935, Tahu Lontong Lonceng Sudah Bertahan Tiga GenerasiTahu telor lontong, salah satu menu baru di kedai Tahu Lonceng. IDN Times/Alfi Ramadana

Abdul Rochim (72) pemilik kedai Tahu Lontong Lonceng menceritakan bahwa awalnya usaha yang ia teruskan tersebut dirintis oleh sang kakek bernama Abdul Jalal. Saat itu, sekitar tahun 1935 ,sang kakek mulai menjajakan dagangan dengan dipikul berkeliling kawasan dari daerah Kebonagung hingga Malang Kota Lama.

Seiring berjalannya waktu, usaha tahu lontong kakeknya kemudian berkembang, bahkan hingga memiliki beberapa cabang. Proses jualan keliling tersebut bertahan hingga sekitar tahun 1950-an. Setelah itu usaha tersebut dilanjutkan oleh ayah dari Abdul Rochim yang bernama Kusen.

Tak lagi berkeliling, Kusen memilih berjualan menetap di depan sebuah emperan toko kawasan Jalan Gatot Subroto, Kota Malang. Pada kawasan tersebut, terdapat sebuah Tugu Lonceng, monumen yang saat itu didirikan oleh Belanda.

"Karena berada dikawasan dekat Tugu Lonceng, maka kemudian tahu lontong tersebut lebih dikenal dengan sebutan Tahu Lontong Lonceng," terangnya Selasa (2/3/2021). 

2. Sempat dua kali pindah

Sejak Tahun 1935, Tahu Lontong Lonceng Sudah Bertahan Tiga GenerasiPelayan sedang menyiapkan pesanan Tahu Telor Lontong. IDN Times/Alfi Ramadana

Usaha tahu lonceng tersebut masih terus bertahan sampai sekitar tahun 1970 yang kemudian dilanjutkan oleh Abdul Rochim yang merupakan anak tunggal Kusen. Selama periode tahun 1970 hingga 1990, Tahu Lontong Lonceng sempat mengalami dua kali pindah tempat. Pertama sekitar tahun 1988, Tahu Lontong Lonceng berpindah tidak jauh dari lokasi awal Jl Gatot Subroto. Selang dua tahun kemudian atau tepatnya tahun 1990, Tahu Lontong Lonceng akhirnya menetap di sebuah ruko Jalan Laksamana Martadinata no 66 yang masih bertahan hingga saat ini. 

"Karena dulu ada pembangunan, jadi Tugu Lonceng yang dulu ada dipindah oleh pemerintah daerah," tambahnya. 

3. Tetap pertahankan kualitas

Sejak Tahun 1935, Tahu Lontong Lonceng Sudah Bertahan Tiga GenerasiAbdul Rochim masih ikut melayani pelanggan di Kedai Tahu Lonceng. IDN Times/Alfi Ramadana

Sampai saat ini Tahu Lontong Lonceng masih tetap bertahan dan menjadi salah satu warisan kuliner yang ada di Kota Malang. Nuansa sederhana masih tetap dipertahankan di kedai yang saat ini masih berdiri. Abah Buang, begitu biasa Abdul Rochim disapa menjelaskan bahwa resep untuk tetap bisa bertahan adalah dengan menjaga kualitas rasa. Hal itulah yang membuat Tahu Lontong Lonceng tak kalah dengan makanan yang ada di restoran. 

"Kami selalu menggunakan bahan-bahan dengan kualitas yang baik. Kacang tanah yang digunakan untuk campuran bumbu juga kami pilih dari petani lokal. Rasanya lebih gurih daripada kacang tanah impor," katanya. 

Baca Juga: Rekomendasi 6 Kuliner Nasi Campur Lezat di Kota Malang

4. Harga yang ditawarkan cukup terjangkau

Sejak Tahun 1935, Tahu Lontong Lonceng Sudah Bertahan Tiga Generasiinstagram.com/miamajda

Menu andalan tahu lontong juga masih tetap ada. Bahkan saat ini menu juga semakin berkembang dengan tambahan tahu telor lontong dan tahu telor nasi. Harga yang ditawarkan juga sangat terjangkau. Satu porsi tahu lontong dibanderol Rp 10 ribu.

Sementara untuk satu porsi tahu telor lontong dibanderol Rp12 ribu. Harga sama juga dibanderol untuk tahu telor nasi. Selain menu utama, pengunjung juga bisa menambah beberapa camilan emping mlinjo, kerupuk sebagi tambahan makan tahu lontong. 

"Biasanya pelanggan yang datang ke sini sudah langganan. Bahkan kadang ada juga yang datang dari luar kota," jelasnya. 

5. Cukup terpengaruh saat pandemik melanda

Sejak Tahun 1935, Tahu Lontong Lonceng Sudah Bertahan Tiga Generasiinstagram.com/billtraviano

Abah Buang menyebut bahwa pandemik COVID-19 yang melanda juga memberikan dampak pada usahanya. Dahulu sebelum pandemik, dalam sehari kedai miliknya bisa melayani hingga 100 porsi. Namun, saat pandemik melanda dalam sehari menurun hingga 40 persen. Meskipun menurun dirinya tetap berupaya memberikan pelayanan terbaik kepada setiap pelanggan yang datang ke kedai miliknya. 

"Sangat terasa sekali penurunannya saat pandemik ini. Pelanggan dari luar kota juga berkurang," pungkasnya. 

Baca Juga: Rekomendasi 6 Kuliner Nasi Campur Lezat di Kota Malang

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya